TANGSEL, iNewsTangsel.id - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen menjadi perhatian publik dalam beberapa minggu terakhir. Banyak pihak khawatir kebijakan ini akan memengaruhi daya beli masyarakat yang masih rentan setelah pandemi Covid-19.
Ketua Umum Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND), Syamsudin Saman, menyoroti dampak historis dan implikasi kebijakan ini, Senin (23/12/2024). Menurutnya, waktu penerapan serta klasifikasi barang yang dikenakan pajak harus dikaji lebih mendalam.
Kebijakan ini merujuk pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 7 Oktober 2021, di mana PDIP memegang kendali politik di parlemen dan pemerintahan.
"PDIP memiliki tanggung jawab besar karena UU ini disahkan di bawah penguasaan mereka. Mereka tidak bisa lepas tangan," tegas Syamsudin. Ia meminta PDIP untuk mengevaluasi diri atas kebijakan yang dianggap menyengsarakan rakyat.
"Rakyat semakin cerdas. PDIP harus meminta maaf dan merefleksikan kebijakannya, bukan malah menghindari tanggung jawab," lanjutnya.
Syamsudin juga menolak keras penerapan PPN 12 persen yang diberlakukan merata, karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat yang masih belum stabil.
"Pasca pandemi, meskipun ada stimulus, masyarakat belum sepenuhnya pulih. Kenaikan PPN ini hanya akan menambah beban mereka," ujarnya.
Usulan Alternatif untuk Meningkatkan Pendapatan Negara
Sebagai solusi, Syamsudin mengusulkan beberapa alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat kecil.
1. Pengenaan PPN untuk Barang Mewah
Menurutnya, pajak 12 persen sebaiknya hanya diberlakukan pada barang-barang mewah, sehingga tidak memberatkan kebutuhan pokok masyarakat.
2. Reformasi Pajak Penghasilan (PPh)
Pemerintah diharapkan mengkaji ulang tarif pajak penghasilan, terutama untuk pendapatan di atas Rp500 juta, yang dapat dikenakan tarif progresif lebih tinggi dari 30 persen.
3. Pengesahan RUU Perampasan Aset
Syamsudin menyarankan agar pemerintah segera mengesahkan RUU ini untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi.
4. Asas Pembuktian Terbalik dalam Kasus Korupsi
Ia juga mengusulkan agar orang dengan kekayaan besar wajib membuktikan sumber kekayaannya, sehingga negara lebih mudah menelusuri potensi pelanggaran.
"Ada banyak cara yang lebih adil dan efektif untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa menyulitkan rakyat kecil," tegasnya.
Dengan mempertimbangkan alternatif tersebut, pemerintah diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat kemandirian nasional tanpa membebani masyarakat.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait