Oleh : Edward Benedictius Roring
Manusia dilahirkan mempunyai sifat, karakter, bakat, kemauan, dan kepentingan yang berbeda-beda satu sama lain. Namun, karena perbedaan kepentingan dan kemauan seseorang dengan yang lainnya seringkali terjadi benturan yang menimbulkan konflik dalam masyarakat.
Hal ini dapat menimbulkan lingkungan pergaulan yang tidak harmonis, tidak tertib, tidak tenteram, dan tidak aman. Karena itu, untuk mencegah terjadinya hal-hal negatif tersebut diperlukan suatu hukum yang mengatur pergaulan dan mengembangkan sikap kesadaran hukum untuk menjalani kehidupan antar masyarakat.
Hukum merupakan sekumpulan kaidah, norma, aturan yang mengatur, atau perintah yang ditegakkan melalui lembaga Hukum atau pemerintah untuk mengatur perilaku masyarakat, demi ketertiban, kebaikan dan keadilan. Sementara, kesadaran hukum dapat diartikan sebagai kesadaran seseorang atau suatu kelompok masyarakat kepada aturan-aturan atau hukum yang berlaku.
Kesadaran hukum sangat diperlukan oleh suatu masyarakat. Hal ini bertujuan agar ketertiban, kedamaian, ketenteraman, dan keadilan dapat diwujudkan dalam pergaulan antar sesama. Tanpa memiliki kesadaran hukum yang tinggi, tujuan tersebut akan sangat sulit dicapai.
Kesadaran hukum juga penting bagi pelajar, karena merekalah yang akan menjadi generasi pemimpin masa depan dan akan menggantikan generasi saat ini. Sekarang ini, menurunnya kesadaran hukum disebabkan oleh kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum sehingga kesadaran hukum masyarakat belum muncul.
Bangsa Indonesia dikabarkan memiliki masa depan yang semakin memprihatinkan. Moral anak bangsa disebut-sebut sebagai salah satu alasannya. Karakter bangsa yang semakin menurun dari waktu ke waktu ini telah menjadi pembicaraan serius. Maraknya fenomena penyimpangan moral dari generasi saat ini membentuk keprihatinan yang berkelanjutan. Penyimpangan yang dimaksud yaitu seperti free sex, bullying, dan penggunaan narkoba.
Tidak hanya ini, kerap ditemui juga bahwa seorang murid berani menantang, bahkan memukul gurunya di sekolah. Hal ini dapat terjadi karena moral tidak lagi menjadi hal yang penting. Generasi saat ini lebih mementingkan ego masing-masing sehingga sesuatu yang dilakukan biasanya tidak didasari oleh nilai-nilai kemanusiaan. Penanganan masalah seperti ini harus dilakukan secara menyeluruh. Berbagai solusi dapat dilakukan, seperti menanamkan pendidikan karakter sejak dini, memanfaatkan IPTEK dengan baik, dan meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan.
Salah satu solusi yang disebutkan di atas adalah menanamkan pendidikan karakter sejak dini. Apa itu pendidikan karakter? Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut sebagai pencerahan agar dapat mengetahui, berfikir, dan bertindak secara bermoral dalam menghadapi setiap situasi.
Pendidikan karakter tidak hanya dilakukan di sekolah tetapi orang tua dan lingkungan masyarakat juga turut mempengaruhi. Oleh karena itu, orang tua juga harus membangun nilai-nilai pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak-anaknya karena orang tua adalah rumah pertama bagi anak maka akan sangat mudah mengajarkan pendidikan karakter tersebut.
Tidak hanya itu, orangtua juga harus mengajarkan tentang toleransi dan saling menghargai satu sama lain. Jika peran masing-masing elemen ini sudah berjalan sebagaimana fungsinya maka tidaklah sulit untuk mewujudkan nilai-nilai pendidikan karakter yang telah diajarkan.
Dalam membangun suatu karakter seseorang butuh metode yang bisa membangkitkan semangat untuk membentuk karakter seperti: metode afektif, metode operant, metode kognitif, metode observasi, metode apprenticeship, metode sosial.
Dalam konteks indonesia, pendidikan karakter bangsa Indonesia telah dikembangkan sejak negeri ini berdiri, yang di mana presiden RI pertama yaitu Bapak Ir. Soekarno yang mengemukakan gagasan mengenai pentingnya pembentukan karakter bangsa. Ketika itu nilai karakter yang diutamakan adalah apresiasi atas kemerdekaan, kedaulatan, serta kepercayaan pada kekuatan sendiri.
Mengingat pembentukan karakter bersifat spiritual serta kontekstual, maka ia bisa berubah berdasarkan maksud serta tujuannya, dengan berbasis pada nilai serta macam-macam norma. Perubahan tersebut bisa terjadi dikarenakan faktor-faktor tertentu yang cenderung bisa mempengaruhi karakter dari seseorang.
Karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang tak lebih baik bakal menghasilkan karakter yang tak lebih baik pula. Dari situ lah kita akan berfikir bagaimana bila lingkungan kurang baik. Maka pasti bakal berakibat negatif pula, pasti kita butuh cara untuk menanggulangi faktor tersebut. Dengan adanya pendidikan karakter sangat berguna bagi seseorang untuk memilah mana yang baik baginya serta mana yang kurang baik.
Kesadaran hukum merupakan bentuk perilaku tentang apa yang harus dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku, selama ini banyak perilaku orang tua siswa yang kurang bahkan menunjukkan kesadaran hukum mulai dari tindakan kekerasan baik fisik maupun psikis pada anak usia dini, termasuk dukungan terhadap semua aturan.
Pendidikan anak baik di dalam maupun di luar kelas. Ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum orang tua pendidikan anak usia dini sangat mempengaruhi pemahaman dan pola pikir anak terhadap hukum atau peraturan lainnya serta tingkat kedisiplinan karakter anak pada usia dini, pada masa-masa terbaik pertumbuhan fisik dan psikis serta perkembangan otak anak.
Bentuk kesadaran hukum orang tua siswa melalui kegiatan penyuluhan hukum kepada orang tua siswa secara berkesinambungan. Seperti contohnya mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bersama dengan dukungan penuh orang tua terhadap kegiatan belajar anak baik di dalam kelas maupun di luar kelas, sebagai implementasi kesadaran hukum orang tua siswa pendidikan anak usia dini (PAUD) dalam menyongsong masa depan anak agar menjadi generasi yang memiliki daya saing tinggi, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki nilai karakter yang baik sejak dini.
Upaya yang bisa dilakukan pihak sekolah dalam pendekatan karakter demi terciptanya kesadaran hukum yaitu, literasi sekolah berupa penumbuhan budaya literasi di semua warga sekolah, termasuk orang tua siswa. Penyediaan sarana berupa bahan bacaan yang beragam, forum diskusi bagi guru dan tenaga kependidikan untuk membangun literasi juga harus dilakukan sekolah.
Lalu, kegiatan ekstrakulikuler yaitu penyediaan pembina ekstrakurikuler yang sesuai dan fokus membahas tentang kesadaran hukum menjadi penting untuk dilakukan oleh manajemen sekolah.
Dan yang terakhir, penetapan tata tertib sekolah seperti tata tertib sekolah yang jelas dan terpakan secara konsisten. Juga cobalah ajak siswa untuk menyepakati tata tertib di kelas. Penghargaan pada sebuah kesepatan dan keteraturan dapat dilatihkan pada peserta didik dengan mengenalkan siswa pada tata tertib sekolah atau kelas yang diulang-ulang secara rutin kepada siswa. Pemberlakuan model reward-and-punishment atau reward-unreward juga dapat diterapkan pada peserta didik untuk menghargai tata tertib sekolah.
Maka dari itu perlu di tingkatkan kesadaran hukum yang dilakukan oleh orang tua dan pihak sekolah dalam mengembangkan fisik serta psikis, seperti di adakannya kegiatan ekstrakurikuler, lomba hingga olimpiade. Banyaknya usaha dari pihak sekolah maupun orang tua untuk pembentukan karakter bangsa, seharusnya kita sebagai pelajar dan generasi penerus, dapat menghargai usaha mereka dan memanfaatkannya dengan disiplin, melakukan semua tata tertib yang tertulis dan tidak tertulis, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, selalu hadir dalam pembiasaan yang telah ditetapkan oleh sekolah, ikut serta dalam lomba maupun olimpiade, juga belajar dengan giat di bidang akademik maupun nonakademik.
Dengan begitu sebaiknya kita memanfaatkan waktu dan memanage waktu luang yang ada dengan kegiatan yang dibuat oleh pihak sekolah, semoga kita bisa menjadikan cerminan bagi adik kelas kelak dan dapat mengharumkan nama sekolah, sehingga kita bisa menjadi pendorong orang lain dan dipandang positif.
Penulis adalah Duta Hukum dan HAM Jawa Barat.
Editor : Hasiholan Siahaan