JAKARTA. iNewsTangsel.id - Sejarah gelap penindasan struktural melalui penjajahan di dunia pada prinsipnya adalah bagian dari sejarah dominasi dan eksploitasi manusia atas manusia.
Namun sejarah kolonialisme tersebut tidak kunjung berhenti hingga kini, dan bahkan belum menemukan titik terangnya hingga saat ini.
Di berbagai penjuru dunia, masih banyak jerit derita dari kaum tertindas mulai dari kaum tani, kaum buruh, nelayan dan warga miskin kota.
"Penderitaan ini jauh melampaui batas negara, lintas agama, lintas suku bangsa, ras, dan batas geografis. Perang, ketidaksetaraan, kelaparan, rendahnya pendidikan, pengangguran, degradasi lingkungan dan kemiskinan adalah bukti nyata dari dampak penjajahan model baru yang disebut neokolonialisme," kata Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri (Hublu) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Dave Akbarshah Fikarno Laksono dalam rilisnya Senin (5/6)
Sebelumnya, pada acara Inter-Party Forum of Supporters against Modern Neocolonialism Practices yang diselenggarakan Partai Rusia Bersatu atau United Russia di Rusia, Rabu 31 Mei 2023.
Dihadapan Ketua Umum Partai Rusia Bersatu, Dmitry Medvedev, Ketua Umum Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro 1957 ini via zoom menyampaikan, pada dasarnya bentuk neokolonialsme tidak berbeda jauh dengan bentuk penjajahan baru, yang secara formal, negara yang bersangkutan bisa independen dan mendapat pengakuan internasional sebagai negara berdaulat dan merdeka.
Namun dalam praktik, sistem politik, ekonomi, hukum, dan sosial-budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi didikte oleh pihak negara imperialis negara asing.
Bahkan orang yang berada di negara jajahan terkadang tidak merasakan ketika sedang dijajah, tetapi mulai terasa ketika sudah berlangsung lama berada di negara jajahan dan melakukan berbagai tindakan yang merugikan negara bersangkutan, umumnya negara miskin dan berkembang.
"Selama negara masih terikat dengan negara penjajah maka segala hal yang dilakukan bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk kepentingan negara penjajah," ujar Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar ini.
Neokolonialisme modern ini lanjutnya dilahirkan dari rahim kapitalisme, dan imperialisme modern dan lahir dari rahim kapitalisme modern. Jika dulu kapitalisme kuno hanya berpraktek dengan mode produksi yang menindas hanya dalam skala kecil, maka kapitalisme modern saat ini berpraktek dengan model produksi yang cukup mengerikan.
"Lihatlah betapa masifnya jutaan hektar tanah yang dikuasai untuk perkebunan, betapa banyak dan raksasanya pabrik-pabrik dengan asap mengepul di udara milik investor, lihatlah gedung-gedung pelayan jasa perbankan, asuransi, telekomunikasi yang mencakar ke langit," tegasnya.
Ia menjelaskan, dampak neokolonialisme modern dalam jangka panjang sama mengerikan. Jutaan rakyat di dunia—terutama di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin—menderita kelaparan, jutaan lain masih dihantui kemiskinan.
Kejadian ini kata dia terus berulang hingga saat ini dengan aktor-aktor penjajahan baru selain negara: perusahaan transnasional raksasa, dan lembaga rejim internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Mereka inilah yang mempromosikan kebijakan dan praktek fundamentalisme pasar, sehingga yang kuat secara kapital dialah yang terus berkuasa. Prakteknya juga dicirikan dengan pelan-pelan mengurangi kedaulatan rakyat dalam negara, sehingga peran negara lemah," tuturnya. Selanjutnya, ujar dia aktor-aktor ini menggunakan peran negara yang lemah untuk membuat regulasi yang bisa menguntungkan mereka.
"Oleh karena itu, saya berharap suara untuk membentuk tatanan dunia baru yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan yang bisa dikatakan telah diinisiasi oleh bangsa-bangsa baru dan muda dapat mengubah dunia dari kekejaman penjajahan gaya baru ini," pungkasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait