JAKARTA, iNewsTangsel.id - Dampak komprehensif terhadap pencemaran lingkungan di wilayah konsesi tambang PT. Trimegah Bangun Persada (TBP) Tbk menjadi perhatiah serius.
Diketahui, PT TBP merupakan anak perusahaan dari Grup Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Berkaitan dengan dampak pencemaran lingkungan di Pulau Obi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) pelestarian lingkungan Perkumpulan Telapak baru-baru ini melakukan kunjungan lapangan dan penilaian. Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Perkumpulan Telapak untuk memastikan keberlanjutan lingkungan, kepatuhan, dan tanggung jawab sosial dalam industri pertambangan dan pengolahan nikel.
“Dalam menghadapi keprihatinan yang semakin meningkat terkait pemrosesan nikel hulu, Perkumpulan Telapak merasa perlu melakukan kunjungan lapangan dan penilaian di beberapa perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel nasional," kata Martian Sugiarto, Ketua Tim Kunjungan Lapangan Perkumpulan Telapak, dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/11/2023).
Dari lima perusahaan besar yang beroperasi di bidang pertambangan dan pengolahan nikel di Indonesia, semuanya termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Salah satunya adalah PT. Trimegah Bangun Persada (TBP) Tbk, yang memberikan respons pertama dan telah mendapatkan perhatian publik yang signifikan.
"Perhatian ini muncul akibat dugaan pencemaran laut akibat pembuangan limbah tambang, pencemaran air tanah akibat ketiadaan fasilitas pengolahan air limbah, penggunaan bahan bakar fosil yang luas, dan dugaan peran dalam banjir di desa-desa sekitar,” ujar Martian.
Antara tanggal 9 September hingga 13 September 2023, Perkumpulan Telapak mengirim tim untuk melakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan yang komprehensif, melibatkan pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi langsung mengenai operasi pertambangan di PT. TBP Tbk.
Hasil penilaian Perkumpulan Telapak menunjukkan beberapa poin penting berdasarkan fakta dan kondisi yang ditemukan di lapangan, di antaranya; Pertama, tidak ditemukan adanya proses pembuangan limbah tailing ke laut, pencemaran sumber air baku, serta pencemaran udara.
Kedua, PT. TBP Tbk. telah melakukan reklamasi lahan bekas tambang sesuai dengan skema reklamasi yang telah direncanakan dan direalisasikan.
Ketiga, sisa hasil produksi dari proses pengolahan ore nikel kadar tinggi (saprolit) digunakan untuk pembuatan berbagai produk, seperti batako premium, gorong-gorong, balok beton, dan tetrapod untuk pemecah ombak.
Keempat, perusahaan memberdayakan ekonomi masyarakat desa binaan dengan berbagai program, termasuk pengembangan pertanian dan produksi lokal.
Selanjutnya yang kelima, hasil produksi dari desa binaan menjadi pemasok utama kebutuhan perusahaan.
Keenam, perusahaan berupaya untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dengan beralih ke energi yang ramah lingkungan.
Ketujuh, penggunaan panel surya untuk penerangan jalan sudah diimplementasikan di seluruh kawasan tambang.
Kedelapan, pemasangan panel listrik tenaga surya akan memenuhi kebutuhan listrik bagi perkantoran dan hunian perusahaan. Kesembilan , upaya pengendalian erosi dan pengelolaan air limpasan untuk mengurangi dampak banjir telah dilakukan.
Kemudian yang kesepuluh, terdapat fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang mengelola sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
"Kami telah melakukan penilaian yang cermat dan berdasarkan fakta di lapangan. beberapa isu tidak benar," ucapnya.
"Namun, memang ada catatan mendasar untuk Harita, agar lebih mengedepankan nilai ekonomi dan keberlanjutan," beber Martian.
Perkumpulan telapak berharap bahwa temuan ini akan memberikan gambaran yang lebih akurat tentang praktik-praktik perusahaan dalam industri nikel dan mengilhami perusahaan-perusahaan lain untuk melakukan upaya serupa dalam menjaga lingkungan dan tanggung jawab sosial mereka.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait