JAKARTA, iNewstangsel - Pakar hukum pidana Prof. Dr. Suhandi Cahaya, SH, MH, MBA menilai penetapan status tersangka oleh Dittipideksus Bareskrim Polri terhadap Rusdi terkait perkara dugaan penipuan investasi bodong Robot Trading Net89 sudah tepat.
"Penetapan status tersangka oleh termohon terhadap pemohon sudah tepat, karena sudah sesuai dengan aturan hukum yang diatur dalam KUHAP. Sehingga hakim harus menolak praperadilan yang dimohonkan oleh tersangka," kata Suhandi Cahaya saat menjadi saksi ahli dari Dittipideksus Bareskrim Polri dalam perkara gugatan praperadilan yang dilayangkan tersangka dugaan penipuan investasi bodong Robot Trading Net89 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (29/2/2024).
Suhandi menegaskan, penyidikan polisi sudah sesuai aturan hukum yang diatur dalam pasal 108 KUHAP.
“Maka penyidikan tersebut sudah sah. Jadi yang dimohonkan oleh tersangka dalam praperadilan itu tidak betul, kecuali proses tidak sesuai dengan KUHAP," ujar dosen ilmu hukum itu.
Suhandi menerangkan, sebelum penyidikan polisi sudah terlebih dahulu melakukan penyelidikan. Proses ini untuk mencari dan mengumpulkan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana terhadap seseorang yang dilaporkan.
"Sebelum penyelidikan dinaikkan ke tahap penyidikan dilakukan gelar perkara yang telah ditemukan minimum dua alat bukti yang sah. Bila perkaranya sudah dinaikkan ke tahap penyidikan, maka ketentuan yang diatur dalam Pasal 104 KUHAP sudah betul. Hakim harus menolak bila proses penetapan tersangka sudah sesuai dengan aturan KUHAP," terangnya.
Berkaitan dengan itu, lanjut Suhandi, dia yakin bahwa hakim yang menyidangkan perkara praperadilan yang tercatat di PN Jakarta Selatan dengan Nomor: 18/Prapid/2024/PN Jkt.Sel akan objektif dalam putusannya.
"Saya yakin masih banyak hakim yang bijak dan memiliki integritas, sehingga putusannya betul-betul objektif," ucapnya.
Sementara itu para korban Robot Trading Net89 yang tergabung dalam Paguyuban Solidaritas Investor Simbiotik Multitalenta Indonesia (SISMI) yang beranggotakan kurang lebih 800 orang dengan total kerugian sekitar Rp200 miliar, berharap majelis hakim menolak praperadilan tersangka Rusdi. Mereka menilai praperadilan kerap dijadikan modus oleh tersangka kasus dugaan investasi bodong.
"Kalau praperadilan ini dikabulkan dimana rasa keadilan bagi para korban?," kata Ketua Paguyuban SISMI Stefanus Moniaga.
"Maka para perampok uang korban akan berpikiran kita ambil uang korban dan bila jadi tersangka kita praperadilan saja biar bebas. Ini jelas menjadi preseden buruk bagi peradilan di Indonesia," lanjutnya.
Kuasa hukum korban Robot Trading Net89, Tb. Ade Rosidin, SH, menyampaikan bahwa saksi-saksi yang dihadirkan oleh Rusdi tidak membuktikan adanya tindakan di luar hukum yang dilakukan penyidik dalam proses penetapan tersangka dari pemohon. Hal-hal yang digali oleh kuasa hukum pemohon dan terungkap dari saksi dan ahli yang dihadirkannya, hanyalah seputar pokok perkara.
"Tidak ada satu pun yang menyangkut proses penetapan tersangka yang tidak berdasar hukum. Ibarat peribahasa jauh panggang dari api, hal-hal yang seharusnya ditanyakan dan diungkap di dalam sidang perkara, malah ditanyakan di dalam sidang praperadilan. Dengan tidak diujinya tindakan penetapan tersangka pada saat pembuktian dari Rusdi sebagai pemohon, secara tidak langsung membuktikan bahwa status tersangka yang dilekatkan kepada Rusdi telah berdasar dan telah sesuai hukum formil," paparnya.
Sehingga, lanjutnya, sepatutnya bila hakim Estiono dalam putusannya tidak mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan pokok perkara dan sepatutnya pula menolak permohonan praperadilan Rusdi.
Hal senada disampaikan Ketua Tim Kuasa Hukum korban Robot Trading Net89, Oktavianus Setiawan, SH, CMED, CMLC, CRIP. Meski praperadilan hak tersangka yang diatur dalam KUHAP, namun telah menjadi 'modus baru' para perampok uang korban investasi bodong bebas dari jeratan hukum.
Dirinya juga mengomentari awal penunjukan Hakim Estiono, SH, MH, yang menyidangkan perkara praperadilan tersangka Rusdi.
Ia mengaku kaget lantaran perkara praperadilan No: 18/2024 dengan prapid lainnya pada akhir tahun 2023 di PN Jakarta Selatan. Dimana status tersangka terdakwa Deddy Iwan, Ferdy Iwan, dan Alwyn Aliwarga yang juga melayangkan praperadilan putusannya dikabulkan oleh Hakim Estiono.
"Status tersangka ketiganya digugurkan berdasarkan putusan Prapid Net89, padahal ketiganya jika dikaitkan ada keterkaitan dengan investasi bodong Net89. Dua perkara ini kok kebetulan sekali Majelis Hakimnya sama. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak kekurangan Hakim bagus, namun jika perkara Prapid No.18/2024 ini dikabulkan, masyarakat bisa menyimpulkan sendiri lah," katanya.
"Semoga saja kekhawatiran saya tidak terbukti, masih ada keadilan, jika Prapid ini ditolak saya akan apresiasi angkat jempol untuk Majelis Hakim dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saya tidak perlu susah-susah memviralkan dan melaporkan ke Komisi Yudisial seadainya ada ketidakberesan yang terjadi di Pengadilan Jakarta Selatan, karena saya punya tanggung jawab membela nasib 800 korban investasi bodong Net89. Tolong Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atensinya, karena ini kasus nasional, jangan sampai Pengadilan Negeri Jakarta menjadi role model meloloskan terdakwa dan tersangka investasi bodong dengan skema tren Prapid," sambung Oktavianus.
Pihaknya pun memohon majelis hakim agar menolak praperadilan tersangka Rusdi agar jangan sampai terulang lagi pelaku yang sudah jelas telah terpenuhi unsur tindak pidananya dikabulkan praperadilan dan kabur.
"Kita apresiasi pihak kepolisian yang sudah bekerja profesional dalam menangani kasus investasi bodong, dan tentunya harus kita dukung," kata advokat yang kerap menangani perkara investasi bodong itu.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait