JAKARTA, iNewsTangsel.id -Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Partai Demokrat dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/kota Provinsi Banten Tahun 2024 pada Senin (19/8/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
Pengajuan gugatan hasil Pileg di Perkara Nomor 286-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, sebagaimana diucapkan oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menilai tindakan Termohon untuk melakukan penghitungan ulang surat suara pada 20 TPS yang kemudian dilakukan penyandingan telah memenuhi prinsip transparansi dan keadilan (fairness).
"Sehingga tindakan Termohon tersebut dapat dibenarkan. Dengan demikian penggunaan SE Bawaslu 6200.1/2024 sebagai pijakan Termohon dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah dengan melakukan penghitungan ulang surat suara di 20 TPS tersebut menurut Mahkamah dapat dibenarkan. Dengan demikian dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” ujar Guntur.
Guntur juga mengucapkan pertimbangan terkait pelaksanaan penghitungan ulang surat suara di 20 TPS yang C.Hasil-DPRnya tidak lengkap kemudian dilanjutkan dengan penyandingan sesuai dengan amar putusan Mahkamah.
Menurut Guntur, hal itu tidak mengurangi esensi penyandingan yang diperintahkan MK karena hal itu dilakukan dalam kondisi khusus/stagnasi data penyandingan suara di 20 TPS. Di samping itu, penghitungan ulang surat suara tidak mengurangi hakikat amar putusan MK.
Terlebih, proses penghitungan ulang surat suara juga merupakan purifikasi suara yang diperoleh langsung dari para pemilih di TPS. Hal itu mencerminkan kehendak sebenarnya dari rakyat sebagai pemilik suara.
Bukti Tidak Cukup
Menurut Guntur, dalam konteks permohonan a quo, petitum Pemohon yang menghendaki agar Mahkamah menetapkan perolehan suara Pemohon untuk pengisian Anggota DPR RI di Dapil II Banten sebanyak 142.279 suara sesuai dengan Keputusan KPU 360/2024 menjadi kehilangan dasar rasionalitasnya.
Hal itu karena setelah dilakukan pembukaan kotak hingga kemudian dilakukan penghitungan ulang surat suara, ternyata terdapat perubahan perolehan suara. Meskipun Pemohon mendalilkan perolehan suaranya berkurang sebanyak 189 suara karena dinyatakan tidak sah, akan tetapi MK tidak menemukan bukti yang cukup meyakinkan adanya upaya yang dilakukan secara sengaja oleh Termohon untuk mengurangi perolehan hasil suara Pemohon pasca penghitungan ulang surat suara.
Berdasarkan bukti dan fakta dalam persidangan, MK meyakini proses pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 183-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang dilakukan Termohon atau KPU dapat dibenarkan karena pada dasarnya telah memenuhi prinsip transparansi dan keadilan (fairness). Tindakan Termohon tersebut atas perintah Mahkamah yang didasarkan adanya permohonan Pemohon sebelumnya.
Oleh karena itu, berkaitan dengan perolehan suara yang dituangkan dalam SK 360/2024 yang telah dipersoalkan oleh Pemohon di MK melalui Permohonan sebelumnya, yang justru meminta perolehan suaranya dikembalikan berdasarkan SK 360/2024.
MK justru melihat sikap demikian menunjukkan ketidakkonsistenan Pemohon dalam pengajuannya ke MK.
Dengan demikian, menurut MK, dalil Pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum.
Namun, dalam putusan, MK mengingatkan kepada Penyelenggara Pemilu untuk menjaga kemurnian suara hasil pemilu dalam rangka memastikan integritas dan legitimasi proses demokrasi.
“Oleh karena itu, Mahkamah menekankan kepada penyelenggara dan pengawas serta pihak keamanan terkait tata kelola kotak suara yang aman dan baik agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari, sehingga kemurnian surat suara tetap selalu terjaga sejak dari tingkat TPS sampai dengan pleno hasil rekapitulasi perolehan suara,” tegasnya.
Berkaitan dengan dalil Pemohon yang menyatakan Termohon melampaui batasan waktu dalam melaksanakan putusan Mahkamah Nomor 183-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, khususnya yang terjadi di Kota Serang.
Terkait dengan waktu pelaksanaan Putusan MK, penting bagi MK mengingatkan Termohon agar memperhatikan tenggang waktu yang dibutuhkan yang dikaitkan dengan karakteristik amar Putusan Mahkamah dengan mempertimbangkan karakteristik dan tingkat kesulitan di masing-masing daerah, sehingga koordinasi yang dilakukan tidak membutuhkan waktu yang lama baik dalam hal supervisi maupun pelaksanaan seluruh proses tahapan termasuk mengantisipasi kebutuhan waktu untuk kondisi khusus. Hal ini bertujuan agar peristiwa yang sama tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Selanjutnya, MK mengatakan, kegiatan penyandingan dan pelaksanaan penghitungan ulang surat suara yang dilanjutkan dengan penyandingan hasil dari penghitungan ulang surat suara harus diartikan sebagai satu rangkaian proses yang tidak terputus (the chain of event) dalam menjalankan perintah amar Putusan Mahkamah a quo.
MK juga memahami kebutuhan waktu untuk menyelesaikan seluruh rangkaian proses penyandingan sebagaimana amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 183-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 karena adanya suatu kondisi khusus/stagnasi, sehingga menurut Mahkamah proses pelaksanaan amar Putusan Mahkamah yang dilakukan oleh Termohon adalah dapat dibenarkan. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum.
Partai Demokrat sebelumnya mengajukan permohonan Pileg DPR 2024 untuk Dapil Banten II ke MK. Dalam permohonan pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, Kuasa Hukum Pemohon Jumat (9/8/2024) menyebut KPU tak melaksanakan putusan MK dengan benar. Nampak juga dalam Sidang perkara 286-01-14-16/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 itu Kuasa Hukum Termohon Josua Victor.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait