get app
inews
Aa Read Next : Pemerintah Harus Berani, Keras Dan Tegas Terhadap OPM

Setara Institute: Ralat Penetapan Tersangka Rusak Rasa Keadilan

Sabtu, 29 Juli 2023 | 15:53 WIB
header img
Gedung KPK

Jakarta, InewsTangsel.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meralat penetapan status tersangka atas Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC) terkait kasus dugaan suap proyek di Basarnas, melalui konferensi pers yang digelar KPK (28/7). Sebelumnya, TNI menyatakan keberatan atas penetapan tersangka tersebut.

Ketua Dewan Nasional Setara Institute  Hendardi dalam siaran pers (29/7) mengungkapkan keberatan TNI terhadap proses hukum seharusnya tidak dilakukan dengan intimidasi institusi. 

Dalam pandangan Hendardi, argumentasi bahwa anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum adalah usang dan digunakan berulang kali untuk melindungi oknum anggota TNI yang bermasalah dengan hukum. “Jika TNI tidak setuju dengan langkah KPK, seharusnya menempuh jalur praperadilan,” ujar Hendardi.

Hendardi menjelaskan, Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang 34 tahun 2004 tentang TNI menegaskan bahwa yurisdiksi peradilan militer hanya berlaku untuk jenis tindak pidana militer. Sedangkan untuk tindak pidana umum, anggota TNI juga tunduk pada peradilan umum. 

Sementara dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, menegaskan bahwa KPK berwenang menangani setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, baik di peradilan umum maupun di peradilan militer. 

“ KPK tidak seharusnya mencabut penetapan tersangka tersebut,”tandas Hendardi.

Menurut Hendardi, norma-norma dalam Undang-Undang 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur subjek hukum peradilan militer seharusnya dinyatakan batal demi hukum karena UU TNI dan UU KPK telah menegaskan sebaliknya. 

“Artinya, jika anggota TNI melakukan tindak pidana umum, maka mereka tunduk pada peradilan umum,”jelas Hendardi. 

Hendardi meminta, ketidaksetaraan di hadapan hukum dan privilege hukum bagi anggota TNI harus dihentikan.  “Selama ini, Presiden dan DPR gagal atau digagalkan dalam menyelesaikan reformasi UU Peradilan Militer,”ujarnya. 

Sebenarnya, menurut Hendardi, peristiwa klarifikasi dan permintaan maaf atas penetapan tersangka anggota TNI adalah tindakan hukum yang sah dan berdasarkan UU.  Namun, hal ini menunjukkan kelemahan KPK dalam menjalankan fungsinya secara independen. 

KPK memilih tunduk pada intimidasi institusi TNI, yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip kesamaan di hadapan hukum seperti yang diamanatkan oleh Konstitusi. 

Peristiwa ini juga menunjukkan supremasi TNI yang kuat, karena meskipun tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi, korps TNI akan tetap membela dan KPK melepaskannya.

Peragaan ketidakadilan dalam penegakan hukum ini harus dihentikan. Presiden dan DPR harus mengatasi konflik norma dalam berbagai UU di atas agar ketidakadilan ini tidak terus melembaga.*

 

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Berita iNews Tangsel di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut