JAKARTA, iNewsTangse.id - Hubungan badan suami istri di ranjang atau dimana pun itu diajarkan, maka dalam Islam sudah diajarkan adab-adabnya.
Perlu ditegaskan meskipun telah menikah dan halal, namun tidak boleh sembarangan dalam menjalankan hubungan intim atau hubungan badan suami istri. Suami diwajibkan memperhatikan beberapa adab hubungan suami istri berikut sebelum berhubungan intim atau melakukan jimak.
Pertama, bertujuanlah untuk mencari untuk ibadah dan berpahala
Yakni dalam hubungan intim tersebut dimaksudkan untuk menjaga diri dari perbuatan zina (perselingkuhan), melanjutkan keturunan, dan berharap akan mendapatkan pahala seperti memberikan sedekah.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
“Dalam hubungan intim suami istri (antara kalian) itu termasuk sedekah.”
Para sahabat merespons, "Mengapa bahkan hubungan intim bisa memiliki nilai pahala?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,
أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ
“Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR. Muslim, no. 2376)
Kedua, memulai dengan pemanasan dan penuh kasih sayang terlebih dahulu
Inilah sebabnya mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong pernikahan dengan wanita yang masih perawan, karena ini memungkinkan untuk saling bercumbu rayu sebelum melakukan hubungan intim.
Ketika Jabir radhiyallahu ‘anhu menikah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya,
« هَلْ تَزَوَّجْتَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا. فَقُلْتُ تَزَوَّجْتُ ثَيِّبًا . فَقَالَ هَلاَّ تَزَوَّجْتَ بِكْرًا تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ
“Apakah engkau menikahi gadis (perawan) atau janda?” “Aku menikahi janda”, jawab Jabir. “Kenapa engkau tidak menikahi gadis saja karena engkau bisa bercumbu dengannya dan juga sebaliknya ia bisa bercumbu mesra denganmu?” (HR. Bukhari, no. 2967; Muslim, no. 715).
Ketiga, mengucapkan doa sebelum melakukan hubungan intim
Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal menjelaskan bahwa doa yang disarankan untuk dibaca adalah: "Bismillah, allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtanaa."
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِىَ أَهْلَهُ فَقَالَ بِاسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا . فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِى ذَلِكَ لَمْ يَضُرُّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا
“Jika salah seorang dari kalian (yaitu suami) ingin berhubungan intim dengan istrinya, lalu ia membaca do’a: [Bismillah Allahumma jannibnaasy syaithoona wa jannibisy syaithoona maa rozaqtanaa], “Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami”, kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya.” (HR. Bukhari, no. 6388; Muslim, no. 1434).
Keempat, dilarang sepenuhnya melakukan hubungan seksual dengan istri melalui dubur, tanpa terkecuali
Dasar larangan ini berasal dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا
“Benar-benar terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya.” (HR. Ahmad, 2: 479. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)
Dalam hadits lainya disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Tirmidzi, no. 135; Ibnu Majah, no. 639; Abu Daud, no. 3904. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Kelima, Silakan mendatangi istri dan menjimaknya dari arah mana pun asalkan bukan di dubur
Allah Ta’ala berfirman,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al Baqarah: 223)
Dari laman Rumaysho disebutkan bahwa Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, "Bagian yang disebut sebagai ladang (tempat bercocok tanam) pada wanita adalah bagian kemaluannya, yaitu tempat di mana benih untuk keturunan ditanam. Ini merupakan dasar yang memperbolehkan hubungan intim dengan istri di bagian kemaluannya, dengan pilihan posisi dari depan, belakang, atau dengan istri yang membalikkan posisinya." (Syarh Shahih Muslim, 10: 6)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كَانَتِ الْيَهُودُ تَقُولُ إِذَا جَامَعَهَا مِنْ وَرَائِهَا جَاءَ الْوَلَدُ أَحْوَلَ
“Dahulu orang-orang Yahudi berkata jika menyetubuhi istrinya dari arah belakang, maka mata anak yang nantinya lahir bisa juling.” Lalu turunlah firman Allah Ta’ala,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al-Baqarah: 223) (HR. Bukhari, no. 4528; Muslim, no. 117)
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta