get app
inews
Aa Text
Read Next : Alfa IVF Group Gelar Health & Fertility Week 2024 di BSD City

Melihat Aksi Penari di Atas 70 Tahun Lewat Panggung Maestro-II

Sabtu, 16 Desember 2023 | 21:52 WIB
header img

JAKARTA, iNews - Kesenian tradisional seperti tari, musik, teater, dan tradisi lisan merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang utama. Aksi para maestro seni tari, tutur dan musik ini ditampilkan pada pagelaran Panggung Maestro-II. 

Panggung Maestro-II merupakan persembahan Yayasan Taut Seni bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia. 

Acara ini juga didukung oleh Pertamina, iForte, Group Purnati Indonesia, Puro Mangkunegaran, dan Puri Agung Karangasem.

Panggung Maestro yang penyajiannya dirancang secara serial adalah salah satu upaya untuk meningkatkan apresiasi terhadap kesenian dan seniman dari pelbagai daerah.

"Sungguh mengharukan, manakala di dalam Panggung Maestro ini kita mendapat kesempatan dipertemukan dengan para penari yang berusia di atas 70 tahun bahkan ada yang sudah melebihi 90 tahun, namun masih berkarya," kata Sulistyo Tirtokusumo, Dewan Artistik Panggung Maestro, dalam keterangan resminya, Sabtu (16/12/2023). 

Maestro di sini adalah orang yang telah menekuni dan menguasai suatu bidang seni tradisi secara terus-menerus dalam waktu lama. Sebutan lain untuk maestro adalah empu yang menurut batasan Kemendikbudristek adalah seseorang yang mengabdikan diri secara tekun dan setia kepada jenis seni tertentu, melalui pelbagai kegiatan pertunjukan dan/atau mewariskannya kepada generasi muda. Usia mereka di atas 60 tahun dan telah berkiprah dalam bidangnya selama 35 tahun atau lebih. Karena itu para maestro merupakan ujung tombak pelestarian seni dan budaya Indonesia. Melalui kaca-pandang, kiprah, dan kecintaan para maestro itulah kita bisa melihat dan merasakan keluhuran nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian tradisional warisan nenek moyang yang berabad-abad umurnya. Maka sudah selayaknya generasi sekarang dan mendatang memberikan penghargaan terhadap mereka yang telah menanam dan memupuk benih-benih jati diri peradaban kita di tengah putaran zaman dan arus globalisasi.

Panggung Maestro-II akan hadir di Gedung Kesenian Jakarta. Lewat ajang ini diharapkan apresiasi terhadap para maestro akan tumbuh pula semangat dan upaya kita untuk meneruskan kiprah mereka dalam menjaga, merawat, dan mengembangkan kesenian tradisional Indonesia dengan kecerdasan dan kreativitas yang tak terbatas, sehingga akan menjadi aset hidup kebudayaan bangsa yang berharga. 

Panggung Maestro kali ini menghadirkan maestro kesenian dari 3 daerah yaitu: Tari Golek Montro dari Surakarta, Jawa Tengah, Tari Legong Keraton dari Karangasem, Bali, dan tari Pakkarena Bura’ne Kasuwiang, Pagandarang dan Keso-keso dari Gowa, Sulawesi Selatan.

"Menjaga maestro, melangkah ke depan. Ini adalah sebuah pekerjaan yang berat untuk kami dari Taut Seni bekerja sama dengan Bumi Purnatidan Bali Purnati. Kami berjalan dan menjaganya. Panggung Maestro ke-2 akan segera dimulai. Apa yang dapat kita lanjutkan dengan menjaga maestro, melangkah ke depan? Apakah kami harus berasimilasi dan menjadikan satu rumpun bernama Indonesia? Ini adalah tantangan zaman sebuah bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai peninggalan budayanya. Saya berharap pekerjaan yang berat ini adalah mandat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga permohonan dari kawan-kawan di seluruh Nusantara mendapat dukungan di dalam menegakkan daya cipta dan perkembangan peradaban kebudayaan Indonesia untuk jangka panjang. Marilah kita menjaga maestro, melangkah ke depan," terang Restu Imansari Kusumaningrum, Dewan Artistik Panggung Maestro.

Sebagai informasi, hubungan Puri Agung Karangasem, Bali dan Puro Mangkunegaran, Solo (Surakarta) sesungguhnya memiliki hubungan kebudayaan yang telah terjalin sejak lama. Hubungan ini dimulai sejak tahun 1918, ketika Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro VII berkunjung ke Puri Agung Karangasem. Dalam kunjungan itulah digelar berbagai jenis pertunjukan, salah satunya adalah Tari Legong Semarandana, yang salah satunya penarinya berbusana tokoh Rangda.

Kunjungan itupun di balas oleh Raja Karangasem ke Puro Mangkunegaran, Solo tahun 1920. Dalam tahun 1920 dalam rangka pernikahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro VII dengan Gusti Kanjeng Ratu Timur, Putri Sultan Hamengkubuwono VII, hadir dalam acara tersebut serta membawa GAMELAN SEMAR PEGULINGAN dan sejumlah tari Bali (Imiyan-Imiyan). Pada tahun 1937 Raja Karangasem untuk kedua kalinya berkunjung ke Solo lagi, membawa misi kesenian Legong Lasem dari desa Selat, dalam rangka menghadiri rangkaian acara pembukaan museum Sono Budoyo Yogyakarta Beliau mampir di Solo. Dan dalam pertemuan itu diajak pula pelatih Legong Lasem dari Kuta yakni I Wayan Lotring dan I Gusti Gde Raka dari Saba, Gianyar. Setelah kunjungan tersebut Legong Lasem lebih dikenal sebagai Legong Keraton. Pada umumnya Legong Keraton dibawakan oleh tiga penari yang terdiri atas penari Condong emban putri raja yang kemudian berperan sebagai burung gagak, dan dua penari lainnya memerankan tokoh Putri Rangkesari dan Prabu Lasem.

Pada kunjungan terakhir Raja Karangasem ke Solo pada tahun 1941 tepatnya pada perayaan 25 tahun pemerintahan Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro VII-Raja Karangasem menghadirkan kembali tari Legong Lasem. Pada saat wafatnya Raja Karangasem pada tahun 1967 (usia 77), Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro VIII bersama keluarganya menghadiri upacara Pelebon (Pembakaran mayat di Karangasem). Hubungan baik antara dua kerajaan tersebut pernah dikenang pada tanggal 24-25 Juni 2023 di Puro Mangkunegaran, Solo dengan dipentaskannya seni pertunjukan Calonarang. 

Persahabatan ini juga dapat dilihat pada upacara Palebon putra terakhir Raja Karangasem, Prof. Dr. Ida Anak Gde Putra Agung yang dilaksanakan pada Jum’at 30 Juni 2023 di Puri Agung Karangasem, KGPAA Mangkunagoro X beserta keluarga besar Mangkunegaran berkenan untuk hadir.

"Panggung Maestro adalah sebuah pernyataan (bukan pengukuhan) penghormatan kepada para seniman yang telah mengalirkan energi seni-budaya yang didapat dari para pendahulunya kepada kita generasi penerusnya. Energi adalah daya hidup, semacam sukma, bukan benda mati. Tapi sukma hanya ada jika raga terjaga. Pernyataan ini adalah niat, semacam janji, untuk kita menjadi pewaris aktif dengan memelihara dan memupuk energi itu, hingga akan lahir buah dan biji yang membekali pertumbuhan budaya seterusnya,” kata Endo Suanda, Dewan Artistik Panggung Maestro.

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut