JAKARTA, iNewsTangsel.id - Proses seleksi Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi saat ini sedang berlangsung di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi (Kemendikbudristek). Dalam prosesnya, Dirjen terpilih akan dikerucutkan tiga nama dengan nilai tertinggi dalam seleksi akhir, selanjutnya akan direkomendasikan kepada Menteri Nadiem Makarim untuk akhir dipilih satu nama.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf mengatakan, sosok Dirjen Vokasi terpilih harus bisa menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di dunia pendidikan vokasi.
Saat ini, kata Dede Yusuf, sering terjadi permasalahan klasik yakni serapan dunia kerja tidak sesuai dengan kurikulum yang ada di dunia pendidikan yang sangat tidak populer di mata Gen Z.
“Permasalahan-permasalahan teknis seperti itu, tentunya menjadi hal yang paling penting untuk menjadi fokus Dirjen terpilih nanti,” kata Dede Yusuf usai diskusi Dialektika Demokrasi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Dede menjelaskan, secara umum pekerjaan rumah pendidikan vokasi terus mengoptimalkan lulusan terampil yang siap diserap di dunia kerja atau industri. “Bukan hanya siap, tetapi kompetitif-kompeten-resilience disertai dengan sertifikasi yang relevan, yakni membangun SDM unggul terampil,” tuturnya.
Dede juga menjelaskan bahwa Dirjen vokasi juga harus bisa menyelesaikan masalah mismatch di dunia vokasi yang dioptimalkan dengan penguatan pendidikan vokasi, riset terapan yang inovatif, magang, dan program merdeka belajar.
“Kolaborasi link and match dengan dunia usaha, dunia industri juga jangan hanya agenda seremonial seperti perjanjian kerja sama tanpa eksekusi yang cermat, hal tersebut penting ditekankan mengingat fenomena ketenagakerjaan yang begitu dinamis,” ucap Dede.
Lebih lanjut, Dede mengatakan, penguatan SDM pengajar juga tak kalah penting. Dirjen vokasi harus mampu meng-upgrade para pengajar dengan sering melakukan sertifikasi dan uji kompetensi.
“Masalah kurikulum memang masih menjadi catatan, terlebih harus adaptif dengan perkembangan zaman, tak terkecuali fenomena transisi pandemi ke endemi dimana sistem kerja hibrida seperti luring-daring menjadi hal yang wajar,” katanya.
Terakhir, Dede mengharapkan Dirjen terpilih adalah sosok yang benar-benar paham dan unggul dalam kompetensi manajemen per-vokasi-an. Bebas dari intervensi dan intrik politik, dan berkomitmen dengan kerja teknis lapangan sesuai dengan nafas vokasi sebagai ilmu terapan, bukan hanya retorika saja.
"Jika sudah terpilih, Kemendikbud bisa langsung berlari kencang menerapkan program-programnya. Dirjen Vokasi merupakan direktorat yang sangat strategis dalam mengeksekusi program-program prioritas pembangunan SDM unggul," ujarnya.
Terkait pernyataan Dede Yusuf, tentang kebutuhan kurikulum adaptif dan permasalahan mismatch di dunia pendidikan vokasi pernah disinggung oleh pengamat pendidikan vokasi, Farkhan. Dalam makalahnya berjudul “Technology Disruption: Tantangan Perubahan Pendidikan Vokasi di Indonesia”, Farkhan mengungkapkan adanya mismatch di dunia pendidikan vokasi dan perkembangan kurikulum yang harus mengikuti perkembangan zaman.
Di makalah yang dipublikasikan pada prosiding seminar nasional 2018 tersebut disebutkan, “tuntutan perubahan akibat perkembangan teknologi khususnya di industri manufaktur yang memasuki era Industry 4.0 diprediksi memberikan dampak yang sangat besar dan luas, terutama pada sektor lapangan kerja.”
Farkhan juga mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa pemerintah terus mendorong pendidikan tinggi untuk melakukan terobosan-terobosan sehingga lulusannya bisa lebih adaptif di era revolusi industri 4.0.
“Pendidikan vokasi di Indonesia yang fokus mendidik dan melatih untuk menghasilkan tenaga kerja terampil, wajib melakukan perubahan signifikan, terutama di sektor kurikulum agar link and match dengan kebutuhan SDM industri, sehingga siap menghadapi tantangan disrupsi teknologi yang sedang dihadapi, dan adaptif terhadap arus perubahan global,” tulis Farkhan di makalah tersebut.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta