get app
inews
Aa Text
Read Next : Strategi LPKR untuk Meminimalkan Limbah

Mengadang Fraud JKN, Menjaga Hak Kesehatan Masyarakat

Kamis, 25 Juli 2024 | 09:14 WIB
header img
Diskus Media "Pencegahan dan Penanganan Kecurangan dalam Program JKN", di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/7/2024). Foto: Sabir Laluhu

"KPK bersama Kemenkes, BPJS (Kesehatan), dan BPKP itu membentuk tim bersama untuk penanganan fraud ini. Karena, kita pikir begini, sudah ngumpulin iurannya susah-susah, gitu ya, ternyata penggunaannya ada orang secara sengaja mengajukan klaim fiktif dan menggembosi pengeluaran ini. Oleh karena itu, kita bilang bukan hanya penerimaannya kita urus tapi juga pengeluarannya yang diurus."

Kalimat itu menjadi pembuka yang keluar dari lisan Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan saat memulai penyampaian temuan hasil pencegahan dan penanganan fraud (kecurangan) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dalam diskusi media di ruang konferensi pers Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu sore (24/7/2024). Program JKN lebih dikenal dengan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh masyarakat. Suara Pahala terdengar menggema secara gradual memenuhi ruangan. Empat pembicara yang duduk di samping kanan Pahala, puluhan partisipan, dan para awak media menyimak dengan saksama materi jabaran.

"Hari ini kita akan menyampaikan salah satu fraud yang kita sebutlah merugikan keuangan negara yang terjadi di program JKN. Kalau di masyarakat, (program JKN) disebut BPJS Kesehatan-lah. Walaupun ini (BPJS Kesehatan) sebenarnya lembaganya, tapi disebut (oleh masyarakat) BPJS Kesehatan," ujar Pahala.

Empat pembicara diskusi selain Pahala, yakni Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Murti Utami, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati, Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Agustina Arumsari, dan Direktur Pengawasan, Pemeriksaan, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Mundiharno.

Pahala membolak-balik daluang berisi resume temuan hasil pencegahan dan penanganan kecurangan program JKN. Dia lantas menengadah. Sorot matanya tajam ke depan. Pahala mengedarkan pandangan sejenak. Dia pun mulai memperbesar nada suaranya.

Sejak tahun 2017, tutur Pahala, KPK bersama Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan BPKP telah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN), baik di level nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. Pada tahun itu pula, tim KPK, BPJS, dan Kemenkes melakukan studi banding ke Amerika Serikat (AS) pada Healthcare Fraud Unit  yang menangani fraud program Medicare, Medicaid, and Tricare (Obama Care). Saat studi banding itu, Biro Investigasi Federal AS (FBI) menyampaikan bahwa 3-10% klaim program layanan kesehatan di AS pasti ada fraud.

"Mereka keras, kalau ada fraud dibawa ke pidana," katanya.

Pada 2023, Tim PK-JKN yang terdiri atas KPK, Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan BPKP bahu-membahu melakukan kegiatan piloting dan monitoring penelusuran skema kecurangan pada tiga fasilitas kesehatan (faskes)/rumah sakit (RS) untuk layanan katarak, sectio caesarea, dan hemodialisa yang kemudian dilakukan pendalaman lebih lanjut penelusuran/deteksi kecurangan pada sembilan faskes/RS di tiga provinsi yakni Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan untuk tiga layanan kesehatan yang sama.

Secara khusus, kata Pahala, KPK menyoroti layanan kesehatan fisioterapi dan operasi katarak di tiga RS. "Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis. Jadi sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi, tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis. Jadi kita bilang 3.269 ini sebenarnya fiktif yang kita bilang kategori dua, ini medical diagnose yang dibuat tidak benar," ujar Pahala.

Temuan Utuh dan Kerugian Negara Rp52,894 Miliar

Berdasarkan dokumen yang diperoleh iNewsTangsel.id, dari tiga provinsi yang dilakukan kegiatan penanganan kecurangan oleh Tim PK-JKN pada 2023, ternyata Tim fokus pada tiga RS di dua provinsi yaitu Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Tim menemukan, tiga fakta utama.

Pertama, BPJS Kesehatan telah melakukan putus kontrak terhadap 26 fasilitas kesehatan kurun 2020–2023 berdasarkan dugaan berbagai kecurangan dan non-kecurangan mulai dari phantom billing, upcoding, repeat billing, fragmentation, readmition, manipulation of room charge, iur biaya, dokter berpraktik tanpa surat izin praktik (SIP), dan ketidaksesuaian diagnosa dan prosedur.

"Dengan total sebanyak 54.594 kasus dengan total kerugian sebesar Rp52.894.678.863," bunyi dokumen yang diperoleh iNewsTangsel.id.

Kedua, Tim PK-JKN sepakat untuk melakukan penanganan kecurangan yang dilakukan oleh tiga RS dengan tingkat kerugian keuangan terbesar pada Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Rinciannya yakni, RS “P” di Jawa Tengah dengan dugaan kecurangan sebesar Rp29,4 miliar atas 22.550 kasus, RS “B” di Sumatera Utara dengan dugaan kecurangan sebesar Rp4,2 miliar atas 1.620 kasus, dan RS “TS” di Sumatera Utara dengan dugaan kecurangan sebesar Rp1,5 miliar atas 841 kasus.

Ketiga, terdapat empat modus yang dilakukan dalam perbuatan kecurangan dalam pengajuan klaim BPJS Kesehatan atas layanan kesehatan tersebut. Satu, pemilik/direktur RS/faskes menggunakan data yang berasal dari kegiatan bakti sosial atau berkerjasama dengan aparat desa/jelurahan untuk mendapatkan data NIK dan BPJS Kesehatan masyarakat untuk membuat Surat Eligibilitas Pasien (SEP).

"Dia mengumpulkan dokumen pasien, ada KTP, KK, kartu BPJS (Kesehatan) melalui bakti sosial kerja sama dengan kepala desa. Sudah canggih kan? Emang niatnya sudah mau ngumpulin KTP dan kartu BPJS (Kesehatan)," kata Pahala Nainggolan.

Dua, data yang di dalam rekam medis, resume medis, laboratorium, dan dokumen lainnya yang dibutuhkan dibuat fiktif oleh tenaga kesehatan atau petugas yang telah ditunjuk oleh pemilik/direksi RS. Tiga, terhadap isian dokumen yang telah dibuat tersebut, kemudian petugas Casemix, Coding INA CBGs, dan petugas pengaju klaim hanya melanjutkan dalam proses pengajuan klaim tersebut meskipun mereka mengetahui bahwa klaim itu seluruhnya/sebagiannya fiktif. Empat, Ketua Tim Pencegahan Kecurangan pada tingkat RS/faskes tersebut ikut menandatangani sebagai salah satu syarat pengajuan klaim yang diajukan oleh direksi RS/faskes tersebut, ternyata mengetahui bahwa klaim tersebut fiktif.

Pahala Nainggolan menekankan, kecurangan yang dilakukan pihak RS “P” di Jawa Tengah, RS “TS” di Sumatera Utara, dan RS “B” di Sumatera Utara telah masuk dalam unsur dugaan perbuatan pidana yang telah mengakibatkan kerugian negara. Temuan itu pun telah dipaparkan kepada pimpinan KPK dan diputuskan untuk diusut di bidang penindakan.

"Hasilnya pimpinan memutuskan kalau yang tiga ini dipindahkan ke penindakan. Tahapannya sekarang dipindahin semuanya dokumen ke penindakan. Ya sudah dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan di lapangan. Pelakunya banyak, dari pemilik-pemiliknya sampai dirutnya, ada keluarganya, dokter-dokter. Nanti urusan siapa yang ambil apakah Kejaksaan yang lidik (melakukan penyelidikan) atau KPK, itu nanti diurus sama pimpinan KPK," tegas Pahala.

Mundiharno mengatakan, tak ada pegawai BPJS Kesehatan yang melakukan persekongkolan dengan pihak RS untuk kasus kecurangan yang terjadi di satu RS di Jawa Tengah dan dua RS di Sumatera Utara. Dia memastikan, dugaan kecurangan itu sebenarnya justru ditemukan oleh pegawai BPJS Kesehatan dengan melakukan audit dengan turun langsung ke pasien.

Mundiharno menggaransi, pihaknya telah melakukan pengawasan maupun audit untuk menangani kasus-kasus serupa. Bagi BPJS Kesehatan, pengawasan dan audit dilaksanakan untuk menjaga tata kelola layanan, risiko, dan kepatuhan di lingkungan BPJS Kesehatan sebagai pengelola program JKN. Jika ada pegawai yang terindikasi melakukan kecurangan, maka pasti akan dikenakan sanksi berat.

"Kalau ada indikasi itu, karena di beberapa kasus pihak yang dirugikan merasa seperti itu, kami turunkan tim kepatuhan (dan) turunkan tim untuk melakukan audit," ujar Mundiharno.

Hak Layanan Kesehatan Masyarakat 

Pahala Nainggolan mengungkapkan, pencegahan dan penanganan kecurangan program JKN menjadi fokus KPK disertai dengan pelaksanaan  monitoring dan piloting oleh Tim PK-JKN jelas karena hak layanan kesehatan bagi masyarakat haruslah dipenuhi dan terpenuhi serta dilaksanakan secara benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Praktik kecurangan seperti disebutkan di atas jelas telah merugikan masyarakat sebagai penerima layanan dan merugikan keuangan negara. KPK dan pihak terkait sebenarnya telah berupaya untuk menyelamatkan jumlah kerugian yang terjadi sebagaimana temuan Tim PK-JKN.

"Sebenarnya targetnya kita ingin dikembalikan itu (kerugian) kan gede itu. Tapi, kalau phantom billing ini sekarang yang kita jadi ributin ini karena dia enggak mau bayar (mengembalikan kerugian). Coba itu sudah mengambil fiktif, enggak mau bayar (mengembalikan kerugian)," kata Pahala.

Mantan auditor BPKP itu membeberkan, untuk pemenuhan hak layanan kesehatan bagi masyarakat secara benar-benar itu pula maka KPK mengimbau kepada seluruh fasilitas kesehatan atau RS di Indonesia agar segera dan sukarela mengoreksi klaim JKN. Jika tak dikoreksi dan ada temuan kecurangan, BPJS Kesehatan akan memutus kerja sama dengan fasilitas kesehatan atau rumah sakit dan Kemenkes akan menjatuhkan sanksi termasuk sampai melakukan pencabutan izin praktik dokter yang diduga terlibat.

"Tim bersepakat, kita kasih kesempatan enam bulan ke depan, untuk semua rumah sakit yang klaim, kalau ada yang melakukan phantom billing sama medical diagnose-nya enggak tepat, itu ngaku saja, silakan koreksi klaimnya. Setelah enam bulan, audit atas klaim akan lebih masif dilakukan (oleh KPK, Kemenkes, BPKP, dan BPJS Kesehatan)," ungkapnya.

Murti Utami menyatakan, ada sejumlah kecurangan yang terjadi pada layanan kesehatan faskes/RS untuk program JKN. Di antaranya, pasien tak menerima obat sesuai dengan resep, pasien diminta membayar tindakan medis yang sudah termasuk paket misalnya penguapan, pasien diminta membayar kenaikan kelas ruang rawat inap dengan alasan penuh, memulangkan pasien dalam kondisi tak layak pulang, pasien diminta membeli alat kesehatan sendiri seperti perban, alkohol, kapas, jarum, dan benang, hingga pasien dimintai biaya layanan ambulans ke rumah sakit rujukan.

Murti memastikan, Kemenkes tetap melakukan langkah dan tindakan tegas terkait dengan temuan Tim PK-JKN atas berbagai kecurangan dalam program JKN. "Bahwa tidak saja faskesnya tapi individunya juga akan dikenakan sanksi. Salah satu langkah kita akan memberikan sanksi (untuk dokter) mulai dari penghentian untuk pengumpulan SKP (satuan kredit profesi) sampai yang cukup berat pencabutan izin praktik dari pelaku tersebut," tegas Murti.

Sementara itu Lily Kresnowati mengungkapkan, total biaya pelayanan kesehatan mencapai Rp158 triliun pada 2023. BPJS Kesehatan tetap berupaya menjaga agar dana amanat peserta dikelola dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi hak masyarakat mendapatkan layanan kesehatan. Untuk itu, butuh komitmen semua pihak terutama faskes agar mengajukan klaim secara baik dan benar sesuai dengan layanan kesehatan yang diberikan kepada peserta. Menurutnya, pihaknya memiliki beberapa layer untuk memastikan proses pengelolaan klaim sesuai dengan tata kelola yang berlaku untuk mencegah kecurangan pada klaim program JKN. 

"Pengelolaan klaim berlapis dilakukan sebagai langkah optimal dalam memastikan pembiayaan telah tepat dibayarkan FKRTL (fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan) atau RS," ungkap Lily.

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut