get app
inews
Aa Text
Read Next : Haidar Alwi Institute Dorong Mensos Tetapkan Jenderal Hoegeng sebagai Pahlawan Nasional

Meluruskan Sejarah Wage Rudolf Soepratman dan Sosok yang Memperjuangkannya

Rabu, 14 Agustus 2024 | 20:32 WIB
header img
Ali Yusuf, mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Bapak Anthony C. Hutabarat dan Ibu Augustiani merupakan penghormatan nyata kepada pahlawan nasional.

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Ny. Roekiyem Soepratijah, kakak pertama dari Wage Rudolf Soepratman, memiliki peran penting dalam kehidupan dan karier adiknya setelah kedua orang tua mereka meninggal pada tahun 1914. Wage Rudolf Soepratman adalah pahlawan nasional Indonesia yang memberikan kontribusi besar terhadap kemerdekaan bangsa melalui karyanya, terutama dengan menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya. "Lagu ini menjadi simbol persatuan dan semangat kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia," ujar Indraputra, anggota Yayasan Wage Rudolf Soepratman bidang hubungan masyarakat, kepada wartawan pada Rabu (14/8/2024).

Indraputra menegaskan bahwa Ny. Roekiyem Soepratijah adalah sosok kakak tertua yang memainkan peran krusial dalam perjalanan hidup dan karier Wage Rudolf Soepratman. Ia selalu mengingatkan keluarga besar dan keturunan Wage Rudolf Soepratman akan pentingnya menghormati sejarah perjuangan bangsa dengan menghargai para pahlawan dan menjaga warisan sejarah agar tidak terlupakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Indraputra juga menjelaskan bahwa ibunda Wage Rudolf Soepratman meninggal saat Soepratman masih duduk di bangku sekolah dasar, di usia sekitar 11 tahun. "Pada tahun 1914-1924, Wage Rudolf Soepratman dibawa ke Makassar oleh ibu Roekiyem Soepratijah, yang saat itu bersuamikan Van Eldik, untuk tinggal bersama mereka. Di sana, Wage dibesarkan, dibimbing, dan didukung dalam pendidikan dan seni," ungkapnya.

Di sisi lain, anggota Yayasan Wage Rudolf Soepratman bidang pendidikan, Indah Imelda, menceritakan tentang kedekatan keluarganya dengan keluarga Soepratman. Ayah dan ibunya, Anthony C Hutabarat dan Augustiani, adalah keluarga yang paling dekat dengan kakak-kakak Wage Rudolf Soepratman. Augustiani merupakan cucu dari Ny. Ngadini Soepratini, kakak kelima Wage Rudolf Soepratman. Sejak tahun 1970, Augustiani dan suaminya sering berkunjung ke rumah Ny. Roekiyem Soepratijah di Jalan Veteran I no. 2, Jakarta. "Saat itu, beliau (Roekiyem Soepratijah) adalah satu-satunya mbah buyut yang masih hidup dan selalu dikunjungi oleh ayah dan ibu saya pada saat hari raya," kenang Imelda.

Imelda juga mengenang bagaimana dia dan saudara-saudaranya sering diajak oleh orang tuanya untuk mengunjungi Roekiyem di Jakarta. "Dalam ingatan kami sebagai anak-anak, setiap kali berkunjung ke rumah cicit buyut kami, kami selalu disuguhkan berbagai macam kue dan jajan es krim Italia 'Ragusa' yang berada di dekat rumah ibu Roekiyem," ujar Imelda.

Kedekatan ini membuat Ny. Roekiyem Soepratijah memberi amanah kepada orang tua Imelda untuk meluruskan sejarah dan riwayat hidup Wage Rudolf Soepratman. Amanah ini diberikan karena Roekiyem merasa hanya Augustiani dan suaminya yang peduli dan mampu menjalankan tugas tersebut.

Imelda menambahkan bahwa meskipun Ny. Roekiyem Soepratijah telah meninggal pada tahun 1978, orang tuanya tetap bertekad menjalankan amanah tersebut. Wage Rudolf Soepratman merupakan anak ketujuh dari sembilan bersaudara dari pasangan Sersan Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Senen. "Orang tua kami, Anthony C Hutabarat dan Augustiani, adalah cucu dari Ny. Ngadini Soepratini, kakak kelima Wage Rudolf Soepratman, yang menerima amanah dari Ny. Roekiyem Soepratijah," tambahnya.

Imelda menuturkan bahwa amanah untuk meluruskan sejarah dan riwayat hidup Wage Rudolf Soepratman diberikan oleh Ny. Roekiyem Soepratijah pada tahun 1971, tepat 33 tahun setelah Wage Rudolf Soepratman meninggal pada 17 Agustus 1938. Amanah ini diberikan karena setelah meninggalnya Soepratman, ada pihak yang mengaku sebagai istrinya, padahal selama hidupnya Soepratman tidak pernah menikah. "Ny. Roekiyem Soepratijah memberikan amanah tersebut kepada orang tua kami di rumahnya di Jalan Veteran I no. 2 Jakarta Pusat, pada tahun 1971, 33 tahun setelah wafatnya Mbah W.R. Soepratman," ujarnya.

Imelda menegaskan bahwa selama hidup Ny. Roekiyem Soepratijah, sejarah dan riwayat hidup Wage Rudolf Soepratman memang belum terungkap dengan jelas. Oleh karena itu, amanah tersebut diberikan kepada Anthony C Hutabarat dan Augustiani, yang dinilai paling peduli terhadap W.R. Soepratman dan sering mengunjungi kakak-kakak Soepratman yang masih hidup pada era 1970-an. "Kami bersyukur dan bangga karena orang tua kami berhasil menjalankan amanah tersebut," tutupnya.

Imelda menjelaskan bahwa amanah tersebut diterima dengan penuh keprihatinan dari hati seorang kakak atas simpang siurnya sejarah kehidupan Wage Rudolf Soepratman, yang merupakan adik tercinta dari Ny. Roekijem Soepratijah. Amanah itu menegaskan beberapa hal yang perlu diluruskan, antara lain bahwa Wage Rudolf Soepratman lahir di Jatinegara pada 9 Maret 1903, ia adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara, tidak pernah menikah, tidak memiliki anak atau anak angkat, beragama Islam, adalah orang Indonesia asli, dan meninggal pada 17 Agustus 1938 di Surabaya, tepatnya di rumah kakak tertuanya di Jalan Mangga nomor 21, serta dimakamkan di Surabaya. 

"Menemukan makam ayah dan ibu Wage Rudolf Soepratman di Pemalang adalah perjuangan orang tua kami," katanya. 

Imelda menjelaskan, jika ada yang bertanya mengapa ada nama "Rudolf," itu adalah nama yang disepakati oleh Ny. Roekijem Soepratijah dan Van Eldik agar Wage Rudolf Soepratman bisa bersekolah di sekolah non-pribumi. "Karena pada masa itu, hanya sekolah tersebut yang dianggap memiliki kualitas pendidikan yang baik," tambahnya.

Imelda juga menekankan bahwa pada tahun 1971, tidak mudah menjalankan amanah untuk meluruskan sejarah dan riwayat hidup pencipta lagu kebangsaan Indonesia ini, mengingat terbatasnya mobilitas, teknologi komunikasi yang belum seperti sekarang, serta mahalnya biaya transportasi udara untuk melakukan penelusuran riwayat hidup sang pahlawan dan menemukan keluarga besar keturunan kakak-adik Wage Rudolf Soepratman yang masih hidup pada waktu itu. "Sambil membiayai kami anak-anaknya, orang tua kami tetap berjuang melaksanakan amanah untuk meluruskan sejarah dan riwayat hidup Wage Rudolf Soepratman," katanya.

Imelda merinci perjuangan nyata kedua orang tuanya dalam melaksanakan amanah tersebut, antara lain:

a. Mencari, menemukan, dan mengumpulkan keluarga besar keturunan kakak dan adik Wage Rudolf Soepratman.

b. Membuat silsilah keluarga besar Wage Rudolf Soepratman yang didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

c. Mendirikan Yayasan Wage Rudolf Soepratman pada 9 Maret 1989 dan Akta Notaris pada 1999.

d. Membuktikan kepada pemerintah bahwa Wage Rudolf Soepratman lahir di Jatinegara, 9 Maret 1903, tidak menikah, tidak punya istri, anak, ataupun anak angkat sampai akhir hidupnya.

e. Mendukung penerbitan uang Rp50.000 bergambar Wage Rudolf Soepratman oleh Bank Indonesia, di mana tim legal Bank Indonesia melakukan penelusuran dokumen serta bertemu dengan Anthony C. Hutabarat. Setelah Anthony memberikan bukti-bukti kepada tim kuasa hukum Bank Indonesia tentang keberadaan ahli waris yang sah, dilakukan penandatanganan surat pernyataan tidak keberatan untuk penerbitan uang Rp50.000 yang ditandatangani oleh Ny. Mardina Deriaty dan Tuan R. Soehendro. Bank Indonesia memberikan cendera mata berupa plakat uang Rp50.000 kepada Ny. Mardina Deriaty, Tuan R. Soehendro, dan Anthony C. Hutabarat sebagai kuasa ahli waris.

f. Anthony C. Hutabarat mengusulkan kepada Bank Indonesia untuk melakukan pemugaran makam Wage Rudolf Soepratman dan museum rumah W.R. Soepratman di Surabaya sebagai bentuk apresiasi. Usulan tersebut dikabulkan dan pelaksanaannya dilakukan oleh tim ahli pemugaran di Surabaya dengan pendanaan dari Bank Indonesia, Walikotamadya Tingkat II Surabaya, dan Gubernur Jawa Timur. "Dalam hal ini, kami tegaskan bahwa kami tidak menerima keuntungan apapun dari Bank Indonesia atau pihak manapun," tegas Imelda.

g. Anthony C. Hutabarat dengan biaya sendiri menulis buku berjudul "Meluruskan Sejarah Riwayat Hidup Wage Rudolf Soepratman, Pencipta Lagu Indonesia Raya dan Pahlawan Nasional." Buku ini dibuat untuk mencatat semua perjuangan, meluruskan sejarah, dan sebagai sumber kebenaran tentang Wage Rudolf Soepratman. Buku ini juga dibagikan kepada beberapa keluarga besar kakak-adik Soepratman tanpa dipungut biaya.

h. Anthony C. Hutabarat dan Augustiani, dengan biaya sendiri, menghadiri peresmian pemugaran makam Wage Rudolf Soepratman yang ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan acara silaturahmi 1000 tokoh nasional di Surabaya yang dipimpin oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

Sementara itu, penasihat hukum keluarga ahli waris Yayasan Wage Rudolf Soepratman, Ali Yusuf, mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Bapak Anthony C. Hutabarat dan Ibu Augustiani merupakan penghormatan nyata kepada pahlawan nasional. "Apa yang mereka lakukan patut diapresiasi karena telah menyelamatkan generasi muda dari informasi yang menyesatkan tentang sosok Pahlawan Nasional," ujarnya. 

Ali menegaskan, jika tidak ada tekad kuat dari mereka, sejarah dan riwayat hidup Pahlawan Nasional Wage Rudolf Soepratman mungkin masih kabur hingga sekarang. "Dengan kegigihan menjalankan amanah, mereka berhasil memperbaiki informasi yang salah dan melengkapi kekurangan dalam sejarah hidup Wage Rudolf Soepratman. Buku dan silsilah keluarga yang dibuat oleh Bapak Anthony C. Hutabarat merupakan warisan bagi generasi muda yang mencintai literasi sejarah pahlawannya," katanya.

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut