Anggota Komisi III DPR RI: Segera Ungkap Jaringan Mafia Kasus di Mahkamah Agung

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI, Zarof Ricar, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi senilai satu triliun rupiah, meminta majelis hakim untuk membatalkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan membebaskannya dari tahanan. Permintaan ini disampaikan dalam eksepsi yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (17/02/2025). Zarof beralasan bahwa surat dakwaan JPU tidak menguraikan dengan jelas perbuatannya serta asal-usul uang suap sebesar Rp 920 miliar dan 51 kilogram emas, sehingga dakwaan tersebut dianggap kabur (obscuur libel).
Zarof Ricar tampaknya mendapatkan celah perlindungan dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, yang diduga mengarah pada kemungkinan vonis bebas. Hal ini memperkuat dugaan adanya praktik "memberantas korupsi sembari korupsi" dalam penyidikan kasus suap Ronald Tannur, di mana Febrie Adriansyah diduga melindungi nama-nama pemberi dan penerima suap yang terkait dengan barang bukti uang Rp 920 miliar. Beberapa nama yang diduga terlibat di antaranya adalah Gunawan Yusuf, pemilik PT Sugar Group Company, serta beberapa hakim agung seperti Ketua MA Sunarto dan majelis hakim yang menangani kasus kasasi No. 1697 K/Pdt/2015.
Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mencopot Jampidsus Febrie Adriansyah. Menurutnya, Febrie telah bertindak seolah-olah sebagai "raja kecil" yang kebal hukum.
Febrie sebelumnya juga pernah tersandung kontroversi dalam kasus korupsi Jiwasraya dengan terdakwa Heru Hidayat dan kawan-kawan, yang merugikan negara Rp 16,8 triliun. Dalam kasus ini, lelang saham perusahaan tambang batubara PT Gunung Bara Utama—aset sitaan milik Heru Hidayat senilai Rp 12,5 triliun—diduga dimanipulasi sehingga harga lelangnya hanya Rp 1,945 triliun. Pemenang lelang, PT Indobara Utama Mandiri, diketahui baru berdiri tiga bulan sebelum lelang dilakukan dan diduga sebagai perusahaan boneka yang dikendalikan oleh Andrew Hidayat, mantan terpidana kasus suap. Dugaan korupsi dalam lelang saham ini kini tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, Febrie Adriansyah juga dikaitkan dengan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus korupsi senilai Rp 271 triliun di sektor pertambangan timah. Dalam kasus ini, Febrie diduga sengaja tidak menetapkan Robert Bonosusatya alias RBT sebagai tersangka, meskipun Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengidentifikasinya sebagai otak utama di balik skandal tersebut.
Tidak diuraikannya asal-usul uang suap Rp 920 miliar dalam surat dakwaan menimbulkan kecurigaan. Uang tersebut diduga berasal dari sengketa perdata antara PT Sugar Group Company (SGC) milik Gunawan Yusuf melawan Marubeni Corporation (MC). Hakim Agung Syamsul Maarif diduga terlibat dalam pengambilan keputusan yang melanggar Pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dengan memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) No. 1362 PK/PDT/2024 hanya dalam waktu 29 hari.
Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas, mempertanyakan mengapa jaksa tidak mengungkap asal-usul uang suap dan emas yang menjadi dasar dakwaan terhadap Zarof Ricar. Menurutnya, transparansi dalam kasus ini sangat penting untuk mengungkap jaringan mafia kasus di Mahkamah Agung. Ia juga menyatakan bahwa DPR akan meminta klarifikasi dari Jampidsus Febrie Adriansyah, tegas Hasbiallah.
Putusan kasasi No. 1697 K/Pdt/2015 dan dua putusan PK lainnya disebut-sebut sebagai bagian dari skema manipulasi hukum yang melibatkan sejumlah hakim agung. Zarof Ricar dikabarkan telah memberikan kesaksian mengenai keterlibatan beberapa hakim agung, termasuk seorang mantan Ketua Kamar Perdata MA. Namun, kesaksian ini tidak ditindaklanjuti oleh penyidik, dengan alasan bahwa mereka tidak wajib memeriksa orang yang disebutkan oleh tersangka.
Sebagai informasi, kasus ini berawal ketika Gunawan Yusuf dan PT GPA memenangkan lelang PT Sugar Group Company pada 2001 dengan harga Rp 1,161 triliun. Namun, Sugar Group memiliki utang triliunan rupiah kepada MC yang seharusnya menjadi tanggung jawab Gunawan Yusuf sebagai pemilik baru. Untuk menghindari kewajiban tersebut, Gunawan Yusuf menggugat MC dengan tuduhan bahwa utang tersebut merupakan hasil rekayasa. Gugatan ini akhirnya kandas di tingkat kasasi pada 2010.
Namun, Gunawan Yusuf tidak menyerah dan kembali mengajukan beberapa gugatan baru yang pada dasarnya mengulang perkara yang telah diputus sebelumnya. Dalam proses ini, diduga terjadi suap Rp 200 miliar untuk mempengaruhi putusan MA.
Editor : Hasiholan Siahaan