JAKARTA, iNewsTangsel.id- Perusahaan asing PT Pernord Ricard Indonesia yang bergerak dalam distribusi minuman beralkohol digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh perusahaan lokal PT Kharisma Serasi Jaya (PT KSJ). Gugatan dengan nomor perkara 641/Pdt.G/2022/PN.JKT.SEL dilakukan karena diduga menghalangi untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai pemasukan kas negara.
Dalam persidangan yang diketuai majelis hakim Akhmad Suhel dengan agenda pemeriksaan saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu 29 Maret 2023 pihak tergugat menghadirkan Basuki Rekso Wibowo dari Universitas Nasional.
Dari pemeriksaan ahli tersebut, yang menjadi perdebatan adalah apakah tindakan tergugat yang diduga menghalang-halangi penggugat membayar PPN dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan apakah perbuatan demikian merupakan kewenangan arbitrase atau Pengadilan Negeri.
Dari persidangan tersebut terdapat perdebatan panas karena ahli yang dihadirkan yaitu Basuki Rekso Wibowo menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Kuasa Hukum Penggugat yaitu Wincen Santoso.
Dimana Wincen Santoso bertanya kepada saksi ahli, "Apabila ada suatu pihak membuat perjanjian jasa dengan Basuki yang mengatur biayanya misalnya Rp50 juta dengan PPN anggap 10% yaitu Rp5jt jadi Rp55jt dan ada klausul arbitrase, apabila uang tersebut telah diterima Basuki dan pihak yang membayar menghalangi Basuki menggunakan uang tersebut, apakah tindakan menghalangi tersebut merupakan ruang lingkup arbitrase. Namun Basuki Rekso Wibowo mengatakan bahwa dia memilih untuk tidak menjawab," kata Wincen di PN Jakarta Selatan pada Rabu (29/3/2023).
Wincen menambahkan, pihaknya keberatan dengan keterangan saksi ahli, saat dirinya bertanya apakah tindakan yang menghalang-halangi suatu pihak menggunakan uangnya/pembayaran yang diterima di luar ruang lingkup arbitrase, Pak Basuki mengatakan memilih untuk tidak menjawab.
“Ada apa ini? Kalau Ahlinya independen seharusnya jawab saja sesuai ketentuan hukum yang berlaku, kenapa harus menolak untuk menjawab,” ujar Wincen.
Selain itu, dalam persidangan, Wincen Santoso juga menanyakan apabila suatu perjanjian terdapat klausul-klausul larangan anti persaingan seperti melarang menjual ke kompetitor, apakah sengketa terkait klausul tersebut harus dibawa ke arbitrase, dalam hal ini Basuki Rekso Wibowo menjawab harus ke arbitrase.
Wincen Santoso pun menolak keterangan ahli dengan mengatakan bahwa hal itu adalah yurisdiksi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurut Wincen ahli yang dihadirkan oleh tergugat bukan ahli karena secara terang-terangan diduga menghalalkan segala cara membela tergugat.
Wincen juga keberatan karena Basuki Rekso Wibowo berkali-kali menyebut motif dan modus perkara lain untuk mendiskreditkan Penggugat.
Terkait keterangan Basuki yang mengatakan email suatu pihak yang melepaskan hak berarbitrase harus disetujui pihak lain, Wincen dalam persidangan menegaskan bahwa telah ada email Tergugat yang melepaskan haknya ke arbitrase dan dengan diajukan Gugatan PMH ke Pengadilan nyata Penggugat pun setuju sengketa ini dibawa ke pengadilan dan bukan ke arbitrase.
Sementara itu Jeffry Suriatin, kuasa hukum PT PRI saat dikonfirmasi seusai sidang mengatakan pihaknya sudah mengajukan eksepsi kompetensi absolut sehingga biar majelis hakim yang akan menilai pada putusan sela dua atau tiga bulan mendatang.
"Hal ini masing masing pihak punya argumentasi sendiri, jika menurut penggugat telah mengajukan gugatan telah benar maka menurut kami hal itu tidak benar," jelasnya kepada wartawan.
Sebelumnya PT KSJ menggugat perusahaan asing PT PRI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Perkara nomor 641/Pdt.G/2022/PNJKT.SEL.
Dimana dari info perkara online PN Jaksel dan persidangan-persidangan PT KSJ mendalilkan distributornya menghalang-halangi PT KSJ untuk membayar pajak pertambahan nilai sebesar 10 persen, akibatnya penggugat menderita kerugian sebesar lebih dari empat miliar rupiah dan kerugian immateriil sebesar Rp100 miliar.
Kejadian tersebut rupanya bukan pertama kali terjadi namun pernah terjadi di India karena PT PRI merupakan produsen minuman keras bermerek internasional memiliki berbagai cabang di berbagai negara. Di India perusahaan tersebut dilaporkan ke pengadilan karena diduga tidak membayar pajak.
Editor : Suriya Mohamad Said
Artikel Terkait