Penerapan Kawasan Bebas tanpa Rokok Tak Kurangi Wisatawan, tapi Kepatuhan Desa Wisata Masih Rendah

Mochamad Ade Maulidin
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Kemenkes RI, dr. Benget Saragih, M.Epid mengutarakan pengaturan dibuat guna mencegah dan mengurangi dampak buruk konsumsi dan asap rokok.

Jakarta, iNewsTangsel.id - Tobacco Control Support Center (TCSC) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menggelar diskusi bertajuk ‘Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kawasan Desa Wisata Dalam Mewujudkan Wisata Ramah Disabilitas’. 

Kegiatan ini sebagai bagian dari menyambut ‘Hari Disabilitas Internasional’. Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan sejumlah kementerian terkait.

Selain itu jaringan organisasi pengendalian tembakau di Indonesia, dan Komisi Nasional (Komnas Disabilitas), organisasi penyandang disabilitas di Indonesia, dan organisasi anak muda, dan media.

Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr. Benget Saragih, M.Epid mengatakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau. 

“Pengaturan dibuat guna mencegah dan mengurangi dampak buruk konsumsi dan asap rokok. KTR mencakup fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan,” katanya. 

Perwakilan TCSC IAKMI, Made Adhyatma PN Kusuma,SKM, MKKK, mengemukakan hasil evaluasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok pada daya tarik wisata di 137 kawasan desa wisata di provinsi Bali. 

Dari hal ini kepatuhan destinasi wisata dalam kawasan desa wisata terkait penerapan kebijakan KTR masih sangat rendah. Padahal, sebagian besar wisatawan mendukung kebijakan KTR di destinasi wisata dan tidak akan mempengaruhi kunjungannya ke destinasi tersebut. 

“Sebagian besar pengelola mendukung adanya penerapan kebijakan KTR, namun diperlukan regulasi yang jelas dan perlu disosialisasikan,” ucapnya. 

Analis Kebijakan Ahli Muda, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Mega Indah Sri Purwanti, SST. Par menambahkan Anugerah Desa Wisata 2023 yang ditargetkan 3.500, namun totalnya melebihi target sebanyak 4.573 desa wisata. 

“Jika KTR menjadi salah satu kriteria penilaian khususnya pada Kelembagaan Desa Wisata dan CHSE, hal ini dapat meningkatkan penerapan KTR pada Desa Wisata. Akan coba diusulkan indikator KTR menjadi salah satu kriteria penilaian ADWI 2024,” ucapnya. 

Destinasi wisata yang ramah penyandang disabilitas adalah destinasi wisata yang memperhitungkan kebutuhan penyandang disabilitas, sarana, dan prasarana.

Tujuan dari pengembangan pariwisata ramah disabilitas adalah untuk memberikan kenyamanan, kesehatan, dan keamanan bagi para penyandang disabilitas. 

Para penyandang disabilitas memiliki hak-hak di antaranya adalah kebudayaan dan pariwisata, aksesibilitas, dan pelayanan publik. 

“Sektor pariwisata memang perlu memperhatikan kebutuhan penyandang disabilitas (Undang-Undang Nomor 8 Pasal 5 Tahun 2016),” ucapnya. 

Pasca pandemi covid-19, Pemerintah Indonesia di bawah Kementerian Pariwisata sedang kembali fokus untuk penataan kawasan wisata, salah satunya adalah pengembangan desa wisata. 

Indonesia memiliki 4.674 Desa Wisata tersebar di seluruh Indonesia. Di beberapa destinasi wisata di kawasan desa wisata belum ditemukan papan informasi KTR. 

Ditemukan juga wisatawan merokok sembarangan dan merokok di titik keramaian pada kawasan destinasi wisata. Kondisi ini perlu menjadi perhatian pemerintah, pengelola, dan masyarakat untuk dapat menerapkan KTR yang ramah disabilitas.
“Pembentukan dan pengembangan Desa Inklusif ini menjadi prasyarat terwujudnya tujuan SDGs Desa utamanya terwujud no-one-left behind (tida ada seorangpun ditinggalkan),” ucap Analis Kebijakan Ahli Madya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendes PDTT), Ir. Minarni Marbun, MT.,

Desa Inklusif merupakan model pemerintahan yang mengakomodasi hak semua orang, tak terkecuali penyandang disabilitas. Pengembangan pariwisata berkelanjutan juga tidak hanya berpusat pada destinasi wisatanya saja, akan tetapi juga memperhatikan wisatawan yang berkunjung.

Wisatawan yang berkunjung pun di suatu destinasi ada yang tanpa kebutuhan khusus dan juga ada yang berkebutuhan khusus atau yang disebut sebagai wisatawan penyandang disabilitas.

“Pemerintah melalui kerjasama lintas sektor dan sektor swasta khususnya di bidang Pariwisata, bersama-sama menegakkan kawasan tanpa rokok pada kawasan desa wisata, sebagai upaya perlindungan masyarakat dan wisatawan,” kata Ketua TCSC IAKMI, dr. Sumarjati Arjoso, SKM. 

Mewujudkan kawasan desa wisata yang ramah disabilitas melalui penerapan kawasan tanpa rokok. Tidak hanya sarana dan prasarana, tetapi dengan kebijakan KTR, penyandang disabilitas dapat berwisata dengan sehat dan aman dari paparan asap rokok. 


 

Editor : Mochamad Ade Maulidin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network