Megawati Soekarnoputri Sang Negarawan, Tidak Majukan Anaknya Puan Maharani Sebagai Capres

M. Subhan Saka
Ketum DPP Jaringan Alumni HMI dan Muslimin Indonesia Pro Ganjar-Mahfud, H. Ato Ismail, ST menilai Megawati Soekarnoputri sebagai seorang negarawan.

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Megawati Soekarnoputri, lahir dari kezholiman penguasa Orde Baru (Orba). Sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia, ia terus berjuang untuk Demokrasi Indonesia yang lebih baik.

Peristiwa Kudatuli atau Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli 1996 jadi momentum yang membesarkan nama Megawati Soekarnoputri. 

Puncaknya kejatuhan Orde Baru Tahun 1998 dan Pemilu 1999 yang membuat Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum PDI Perjuangan (PDIP) mendapatkan 33 % suara dan menjadi pemenang pemilu legislatif pertama di era reformasi. 

Megawati Soekarnoputri menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) Tahun 1999-2001 dan menjadi Presiden RI tahun 2001-2004. Dia ikut pemilihan presiden (pilpres) bersama KH Hasyim Muzadi tahun 2004, namun dinyatakan kalah dan beliau secara legowo menerima kekalahannya.

Sebagai orang terkuat di Indonesia saat itu kalau Megawati Soekarnoputri mau memaksakan kehendak dengan menggunakan aparat baik TNI, POLRI, KPU, ASN, BUMN, Kejaksaan, dan lainnya maka bisa saja dia menang pilpres dengan cara yang curang.

Namun, Megawati Soekarnoputri yang pernah mengalami dizholimi saat Orde Baru lebih memilih menghargai keputusan rakyat, menjalankan Demokrasi Pancasila dan menjunjung tinggi adab etika berbangsa dan bernegara. 

Saat pemilihan presiden 2014 Megawati Soekarnoputri bisa saja memaksakan dirinya atau Puan Maharani, anaknya menjadi capres atau cawapres, sehingga Jokowi tidak mendapatkan dukungan PDI Perjuangan.

Dengan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebesar 23.681.471 atau 18,95 persen maka sangat mudah bagi Megawati Soekarnoputri atau Puan Maharani mendapatkan tiket capres atau cawapres tahun 2014, namun karena sifat kenegarawanan beliau lebih memilih Jokowi.

Megawati Soekarnoputri selalu memilih koalisi nasionalis dan religius dalam pilpres, kecuali tahun 2009 bersama Prabowo Subianto dan di Pilpres 2014 dipilih Cawapres Jusuf Kalla merupakan tokoh Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Nahdlatul Ulama (NU).

Pilpres tahun 2019 Megawati Soekarnoputri memilih Jokowi dan KH Maruf Amin merupakan mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Rais Aam NU

Fakta mulai terkuak bahwa dia yang menolak upaya tiga periode dan perpanjangan masa jabatan presiden dengan membatalkan amandemen UUD 1945. Walaupun, akibat dari penolakan tersebut Jokowi ‘meninggalkan’ PDI Perjuangan dengan memaksakan anaknya jadi cawapres lewat skandal Pelanggaran Etik Berat Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan Paman Gibran Rakabuming Raka.

Di Pilpres 2024 sekali lagi kenegarawanan Megawati teruji dengan memilih Ganjar Pranowo bukan anak kandungnya, Puan Maharani. Padahal, PDIP bisa mengusung paslon capres dan cawapres tanpa perlu koalisi dengan partai lain..

Cawapres yang dipilih juga tokoh religius yakni Bapak Mahfud MD yang merupakan Tokoh Korps Alumni HMI (KAHMI), Tokoh Nahdatul Ulama, Tokoh ICMI, dan Anggota Kehormatan Muhammadiyah.Tanpa membayar sepeser rupiah, padahal banyak tokoh-tokoh nasional yang sudah siapkan dana triliun untuk jabatan capres dan cawapres tersebut.

PDIP bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) bekerjasama mengusung Ganjar-Mahfud sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2024. 

Sebagai manusia biasa tentu ada kekurangan Megawati Soekarnoputri, tapi sebagai ketum partai besar yang mempunyai kekuasaan, Banyak keputusan dia yang perlu menjadi teladan tokoh-tokoh nasional dan teladan bagi rakyat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bangsa dan negara.

Bukankah banyak terjadi di sekitar kita bagaimana orang diminta uang untuk masukkan anaknya kuliah, sekolah, kerja, dan mendapat jabatan di suatu institusi oleh oknum pimpinan yang berwenang.

Kekurangan dan kelemahan Megawati Soekarnoputri sangat manusiawi, namun beliau mampu menjaga adab dan etika berdemokrasi di Indonesia agar tidak balik ke era otoriter dan menghilangkan transaksi sesaat dalam menentukan pimpinan nasional yang pasti berdampak buruk bila tidak di lakukan.

Dirgahayu PDI Perjuangan ke 51. Kebenaran Pasti Menang. 

Ketum DPP Jaringan Alumni HMI dan Muslimin Indonesia Pro Ganjar-Mahfud, H. Ato Ismail, ST 
 

Editor : Mochamad Ade Maulidin

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network