JAKARTA, iNewsTangsel.id - Emas tetap "layak dibeli", tetapi dari segi teknis, ada kemungkinan terjadi koreksi jangka pendek. Emas diperkirakan akan menguji level $2.600 dan bisa bergerak menuju $3.000 pada tahun 2025. Namun, analisis teknis menunjukkan bahwa pencapaian level tertinggi tersebut mungkin hanya terjadi setelah adanya koreksi yang sehat.
“Ada banyak faktor yang mendukung kenaikan harga emas di bulan September, sehingga risiko terbesar bagi pembeli emas saat ini mungkin adalah rasa puas diri. Terlalu banyak faktor bullish yang sudah diperhitungkan. Jika investor mulai merasa ada yang tidak sesuai dengan ekspektasi, mereka bisa mengurangi posisi net-long secara signifikan, yang dapat memicu aksi jual besar-besaran pada emas. Ini bukan skenario utama kami, karena kami yakin emas akan terus naik perlahan. Namun, kita harus siap menghadapi volatilitas yang lebih tinggi dari biasanya dan kemungkinan koreksi tajam. Perjalanan menuju $2.600 per ounce tidak akan mudah,” kata Kar Yong Ang, analis broker global Octa, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/9/2024).
Peluang Meraih Keuntungan di Pasar Emas
Secara keseluruhan, prospek emas terlihat cerah. Kami mengamati tiga faktor bullish penting yang akan berlanjut pada bulan September 2024.
Kebijakan Moneter Global
Harga emas ditetapkan dalam dolar AS, sehingga sangat dipengaruhi oleh perubahan suku bunga AS, inflasi, dan nilai dolar. Saat ini, pasar mengantisipasi kebijakan yang lebih dovish dari Federal Reserve (Fed). Data terbaru pasar swap suku bunga menunjukkan kemungkinan penurunan suku bunga sekitar 220 bps oleh Fed hingga akhir Desember 2025. Ini berarti pasar memperkirakan bahwa bank sentral AS akan memangkas biaya pinjaman hingga setengahnya dalam lima kuartal mendatang. Bank sentral lain, seperti ECB dan BoE, juga diperkirakan akan menurunkan suku bunga, yang mendorong kebijakan moneter yang lebih longgar secara global, dan ini adalah faktor bullish utama untuk emas. Karena emas tidak memberikan pendapatan pasif dan tidak membayar bunga, penurunan suku bunga mengurangi biaya peluang untuk memiliki emas. Namun, risiko inflasi tetap ada. Jika inflasi melebihi target bank sentral atau meningkat, bank sentral mungkin perlu mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
Ketidakpastian Geopolitik
Konflik di Timur Tengah dan Eropa Timur, seperti ketegangan antara Israel-Hamas dan konflik Rusia-Ukraina, menciptakan ketidakstabilan global. Emas sering dianggap sebagai aset safe haven yang diminati saat ketidakpastian geopolitik meningkat. Meskipun sulit memprediksi resolusi konflik, belum ada tanda-tanda nyata dari negosiasi damai dalam waktu dekat. Selain itu, pemilihan umum AS yang akan datang menambah kompleksitas politik, yang semakin mendorong permintaan emas sebagai lindung nilai. Secara historis, harga emas cenderung naik menjelang pemilu dan dapat terus meningkat jika hasilnya diperdebatkan atau menyebabkan perubahan kebijakan besar.
Permintaan fisik emas dari Tiongkok dan India, dua konsumen terbesar emas, diperkirakan akan meningkat. Di Tiongkok, nilai renminbi (RMB) yang naik lebih dari 2% dalam sebulan terakhir dapat mendorong pihak berwenang untuk melonggarkan kuota impor emas, meningkatkan permintaan emas di negara tersebut. Di India, keputusan pemerintah untuk menurunkan bea impor emas dan perak dari 15% menjadi 6% menjelang musim perayaan (Oktober–Maret) diperkirakan akan meningkatkan konsumsi perhiasan, memperkuat permintaan emas di pasar domestik.
Analisis Teknikal
Secara teknis, pada kerangka waktu 4 jam, ada tanda-tanda kelemahan. RSI menunjukkan bearish divergence, dan pertumbuhan harga melambat. Meskipun tren emas tetap bullish, ada kemungkinan harga turun ke level support 2.475,00. Pada level ini, garis tren naik dan moving average 200-hari dapat menjadi support kuat. Jika harga bertahan, emas bisa kembali menguat setelah koreksi ringan. Namun, jika gagal bertahan di level tersebut, harga bisa turun lebih lanjut ke kisaran 2.360–2.400.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait