JAKARTA, iNewsTangsel.id - Ketahanan energi di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai tantangan yang cukup signifikan. Tantangan tersebut terlihat dari kebijakan impor energi, kurang optimalnya pelayanan gas bumi, disparitas harga, serta intensitas energi. Berdasarkan indeks ketahanan energi yang dirilis oleh Dewan Energi Nasional (DEN) pada tahun 2023, keempat indikator ini masih berada dalam kategori kurang tahan.
"Untuk itu, dalam menghadapi berbagai tantangan dan meningkatkan ketahanan energi melalui transisi energi, diharapkan para pemangku kepentingan dapat mendukung kebijakan pemerintah di sektor energi," ujar Akhmad Hanan, Peneliti dari Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), di Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Ketua Umum PYC, Filda C. Yusgiantoro, juga menyampaikan pentingnya penerapan monitoring, evaluasi, dan pembelajaran pada kebijakan energi yang ada maupun yang akan datang. Ia menekankan bahwa reformasi sektor energi harus difokuskan pada kebijakan yang konsisten dan berkelanjutan dalam jangka panjang, tidak terpengaruh dinamika politik.
"Koordinasi antar kementerian dan lembaga perlu diperkuat untuk menghindari tumpang tindih kebijakan, dan posisi DEN harus diperkuat," ujar Filda.
Koordinator Peneliti PYC, Massita Ayu Cindy, menambahkan bahwa selain penguatan DEN, Pemerintah Daerah (Pemda) juga perlu terlibat melalui pembentukan dinas energi atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) di tingkat kota dan kabupaten, sesuai dengan Perpres No 11/2023. Dalam konteks energi fosil, ia menilai bahwa kebijakan hilirisasi seperti gasifikasi batu bara dan integrasi kilang migas dengan industri petrokimia sangat penting untuk memaksimalkan sumber daya alam Indonesia.
"Oleh karena itu, standar lingkungan yang ketat serta insentif untuk penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) juga perlu didukung," tutupnya.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait