TANGERANG, iNewsTangsel.id - Seorang pasien wanita bernama Gladys Enjelika Mokodompis mengalami kejadian mengerikan usai menjalani operasi ambeien pada 4 Februari lalu. Betapa terkejutnya Gladys ketika pihak rumah sakit memberitahukan bahwa ada dua jarum patahan tertinggal di dalam tubuhnya pascaoperasi.
Tak terima dengan informasi yang mengkhawatirkan tersebut, Gladys berupaya mencari keadilan dan meminta pertanggungjawaban penuh dari pihak Rumah Sakit Siloam Semanggi Jakarta. Khawatir akan kondisi kesehatannya di masa depan mendorong Gladys untuk mencari jawaban dan solusi yang memadai.
"Awalnya mau menempuh pengobatan untuk sakit saya, wasir. Konsultasi dengan dokter MS, disarankan untuk operasi, tapi tidak laser, kita menggunakan stapler. Nah stapler ini dijadwalkan satu bulan kemudian karena kita menunggu siap," kata Gladys dalam keterangannya, Selasa (29/4/2025).
Setelah mengikuti anjuran dokter rumah sakit dan menjalani operasi, Gladys dikejutkan dengan kabar adanya patahan jarum yang tertinggal di tubuhnya. "Singkat cerita dioperasi, tapi ada kendala di mana info pertama yang saya dengar ada patahan jarum yang tertinggal di tubuh saya," ceritanya.
Kepanikan keluarga Gladys semakin memuncak karena pihak rumah sakit mengizinkannya pulang tanpa kejelasan mengenai keberadaan jarum tersebut.
"Akhirnya keluarga mendesak rumah sakit untuk memberi tahu posisi jarumnya di mana," imbuhnya.
Setelah didesak oleh pihak keluarga yang khawatir, barulah terungkap posisi jarum yang ternyata berada di dekat dinding vaginanya. Gladys yang semakin panik kemudian melakukan beberapa kali CT Scan untuk memastikan kondisi sebenarnya. Hasil pemeriksaan CT Scan sungguh mengejutkan, bukan patahan jarum yang ditemukan, melainkan dua jarum utuh yang tertinggal di dalam tubuh Gladys pascaoperasi ambeien.
Pihak Rumah Sakit Siloam Semanggi kemudian meminta Gladys untuk menunggu selama satu bulan lagi untuk tindakan operasi pengangkatan kedua jarum tersebut.
Rasa takut dan kekhawatiran akan dampak buruk bagi kesehatannya membuat Gladys menolak tawaran untuk menunggu selama satu bulan. Meskipun demikian, dokter dari Siloam kembali menjelaskan bahwa operasi pengangkatan jarum tidak dapat segera dilakukan dengan alasan stapler yang sebelumnya digunakan dalam operasi ambeien Gladys.
"Intinya saya mengeluhkan itu kepada pihak Siloam, keluarga juga melakukan beberapa pertemuan dengan pihak Siloam," ucap Gladys.
"Sampai akhirnya memuncak di saya kurang sependapat karena adanya kesepakatan yang menurut saya menyudutkan saya sebagai pasien, di mana di situ hanya mengarahkan bahwa ini adalah tindakan yang normal, saya tidak dipikirkan cara pengobatannya ke depan," bebernya lagi.
Merasa tidak mendapatkan respons dan solusi yang memuaskan, Gladys akhirnya memutuskan untuk membawa kasus dugaan kelalaian medis ini ke ranah hukum. Ia menggandeng pengacara Sadrakh Seskoadi untuk memperjuangkan keadilan. Kasus dugaan malpraktik ini diketahui susah sampai meja hijau. Sidang perdana kasus dengan nomor perkara 341/Pdt.G/2025/PN Tng di Pengadilan Tangerang bahkan telah digelar pada Kamis (24/4) lalu.
Sadrakh Seskoadi, selaku kuasa hukum Gladys, menegaskan bahwa tindakan Rumah Sakit Siloam Semanggi jelas merupakan kelalaian medis, bukan sekadar risiko medis yang biasa terjadi dalam sebuah tindakan operasi.
"Ini bukan risiko medis, ini kelalain," tegas Sadrakh saat mendampingi Gladys di hadapan awak media.
Mulanya, lanjut Sadrakh, pihak keluarga Gladys awalnya enggan membawa kasus ini ke jalur hukum. "Tapi ada paksaan untuk menandatangani surat ini dan juga setelah kami melakukan dan membuka negosiasi dengan Rumah Sakit, beberapa hal terjadi," ujar Sadrakh.
Kekecewaan Sadrakh juga tertuju pada tim kuasa hukum Rumah Sakit Siloam. Ia menyayangkan cara komunikasi tim tersebut yang dinilai tidak profesional.
"Sekelas Rumah Sakit Siloam, tim kuasa hukumnya, hanya memberikan respons terkait teguran dalam bentuk WhatsApp, di mana pembicaraan saat itu mereka hanya menawarkan uang Rp200 juta (kompensasi)," ungkap Sadrakh dengan nada kecewa.
Sadrakh menegaskan bahwa fokus utama pihaknya adalah kesehatan dan pengobatan Gladys, serta pertanggungjawaban yang seharusnya diberikan oleh pihak Rumah Sakit Siloam.
"Kami hanya berfokus kepada klien kami ini, bagaimana pengobatannya. Ini menjadi tuntutannya. Kemudian bagaimana pertanggung jawaban dari Siloam. Kami bukan semata-mata meminta uang," pungkas Sadrakh.
Editor : Aris
Artikel Terkait