JAKARTA, iNewsTangsel.id - Federasi tenis meja nasional yang diakui secara resmi oleh International Table Tennis Federation (ITTF), Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI), menyatakan protes keras terhadap proses seleksi nasional (seleknas) atlet tenis meja yang dilakukan sepihak oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Ketua Umum PP PTMSI, Komjen Pol (Purn) Drs. Oegroseno, S.H., menyebut proses seleksi tersebut ilegal secara moral dan cacat secara prosedural, karena tidak melibatkan federasi resmi yang telah menghasilkan atlet-atlet berprestasi internasional.
“Ada yang ingin bermain dengan sistem dan prestasi atlet kita. Tapi kami tidak akan diam. Atlet-atlet kami baru saja mengharumkan nama Indonesia di SEA YOUTH 2025 Jakarta—dan diakui oleh ITTF. Lalu atas dasar apa mereka disingkirkan dari seleknas? Ini preseden buruk,” tegas Oegroseno dalam konferensi tertutup yang dikirimkan kepada media, Kamis (9/5/2025).
SEA YOUTH 2025 bukan ajang sembarangan. Turnamen internasional tahunan SEATTA itu menjadi barometer kesiapan menuju SEA Games.
Ironisnya, para atlet yang baru saja bertanding mewakili Indonesia di sana kini terancam tidak dilibatkan dalam proses seleksi SEA Games karena manuver sepihak Kemenpora.
“Jika federasi resmi disingkirkan, lalu siapa yang menjamin seleksi ini objektif? Jangan sampai yang dikirim ke Thailand nanti hanya hasil kompromi politik, bukan hasil prestasi,” tambah Oegroseno.
Merasa dipinggirkan dan dirugikan secara organisasi, PP PTMSI resmi mengirim surat langsung kepada Presiden Prabowo Subianto sore tadi, serta melaporkan dinamika ini ke ITTF.
Upaya ini, dilakukan demi menjaga martabat organisasi olahraga Indonesia di mata dunia.
“Kami sudah menyampaikan langsung kepada Presiden dan ITTF. Ini bukan soal ego, ini soal martabat olahraga nasional dan siapa yang benar-benar berkompeten memilih dan membina atlet,” kata Oegroseno.
PP PTMSI meminta Kemenpora bersikap sebagai wasit, bukan pemain. Proses seleksi tidak boleh dikendalikan oleh kepentingan politik atau kelompok tertentu.
Oegroseno menyerukan pertemuan terbuka antara dua kubu—pihaknya dan kelompok Peter Layardi—dengan difasilitasi langsung oleh pemerintah pusat.
“Ini bukan sekadar polemik internal. Ini soal siapa yang layak membawa bendera Merah Putih. Kami ingin SEA Games jadi ajang pembuktian, bukan pertaruhan kepentingan,” tegasnya.
PP PTMSI menegaskan bahwa mereka tidak pernah melarang atlet mana pun membela Merah Putih. Tapi seleksi harus berbasis prestasi, bukan kedekatan.
“Kami ingin yang berangkat ke SEA Games adalah mereka yang memang layak—punya prestasi, mental juara, dan pengalaman internasional. Bukan karena siapa kenal siapa,” pungkas Oegroseno.
Kasus ini bukan sekadar soal tenis meja. Ini soal tata kelola olahraga nasional. Jika federasi sah bisa diabaikan, maka ke depan, semua cabang olahraga terancam kehilangan integritasnya.
PP PTMSI menyerukan kepada seluruh pihak, mulai dari Presiden hingga DPR, untuk turun tangan. Jangan tunggu Indonesia dipermalukan di panggung internasional hanya karena urusan seleksi yang tidak profesional.
Editor : Hasiholan Siahaan