Dituduh Memalak, Siswa SD di Lebak Alami Trauma hingga Dirawat dengan Pendampingan

Elva
UPTD PPA DP3AP2KB Kabupaten Lebak memberikan pendampingan langsung hingga pulih dari trauma. Foto Ist

LEBAK, iNewsTangsel.id - Seorang siswa kelas 2 SD Negeri 2 Selaraja, Kabupaten Lebak, Banten, mengalami trauma mendalam setelah dituduh melakukan pemalakan dan perundungan oleh kepala sekolahnya. Trauma tersebut membuatnya tidak mau sekolah, padahal sedang Ujian Tengah Semester (UTS). Kini, dilakukan pemulihan dengan pendampingan. 

“Sejak peristiwa itu anak kami kerap menangis dan menolak ketika diajak berangkat sekolah. Dia takut, katanya dipaksa mengaku,” jelas sang ibu, Nurlita, Kamis (18/9/2025). 

Dia mengungkapkan, situasi ini membuat pihak keluarga merasa kehilangan keceriaan yang biasanya menyertai aktivitas sehari-hari sang anak. 

“Bagi anak seusia dia, tuduhan seperti itu terasa terlalu berat, bahkan menimbulkan trauma yang membuatnya menutup diri,” imbuhnya. 

Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Lebak, Fuji Astuti mengaku, segera turun tangan untuk memberikan pendampingan langsung ke rumah anak tersebut.

“Kami sudah datang ke rumah anak tersebut untuk meminta izin orang tua agar bisa memberikan proses pemulihan psikis,” kata Fuji.

Fuji menjelaskan, pemulihan dilakukan dengan pendekatan psikologi klinis. Salah satunya melalui konsultasi yang melibatkan anak dan orang tua. 

“Ada beberapa tahapan dalam konsultasi, termasuk pemberian kuesioner sebagai bagian dari asesmen. Dengan tahapan tersebut, kami berharap kesehatan mental anak bisa kembali normal,” ungkap dia.

Menurutnya, tahapan yang dilakukan tak berhenti pada pemulihan individu, pihaknya juga berencana masuk ke sekolah untuk melakukan sosialisasi dan edukasi. Upaya ini melibatkan dinas KB dan perlindungan anak agar kasus serupa tidak terulang.

“Dengan pendampingan intensif diharapkan tidak hanya memulihkan keberanian siswa untuk kembali ke sekolah, tetapi juga membuka mata semua pihak akan pentingnya perlindungan anak di lingkungan pendidikan,” paparnya. 

Dia menambahkan, dari kasus ini menggambarkan bagaimana stigma dan tuduhan yang salah bisa berdampak besar pada kondisi psikologis anak. Padahal, masa sekolah dasar semestinya menjadi ruang aman bagi tumbuh kembang mereka.

Editor : Elva Setyaningrum

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network