JAKARTA,iNews.id - Oknum anggota TNI AD Praka AKG menjual amunisi ke ke Kelompok Kriminat Bersenjata (KKB) di Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Dia mengaku menjual amunisi sebanyak 10 butir peluru ke Jhon Sandego senilai Rp2 juta.
"Saya baru jual satu kali, uangnya untuk makan," paparnya dalam video yang beredar.
Saat diinterogasi, ia pun sadar telah menjadi pengkhianat bangsa. Karena telah menjual peluru ke OPM. Apalagi peluru tersebut digunakan OPM untuk menembak prajurit dan masyarakat sipil yang ada di Papua.
Pengamat Terorisme dan Intelijen dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) menilai setiap ada pelanggaran oleh personel TNI baik di wilayah perang atau damai harus diberikan sanksi sesuai UU yang berlaku.
Harits menegaskan, pembinaan pada anggota harus menjadi salah satu prioritas bagi pimpinan. Sehingga tidak ada kedepannya anggota yang nakal dengan menjual amunisi dan lainnya.
Karena melalui proses pembinaan semua anggota bisa dirawat konsistensinya kepada doktrin - doktrin Sapta Marga. Serta bisa meningkatkan personal quality-nya.
"Namun demkian pengawasan internal kepada anggota harus berjalan dengan maksimal dan ekstra terutama di daerah konflik," jelasnya.
Harits mengungkapkan, banyak pintu terbuka yang bisa membuat prajurit terkooptasi dengan lingkungan luar dan akhirnya mendegradasi mental dan moral prajurit yang berujung lahirnya tindakan indisipliner atau pelanggaran berat lainnya.
Oleh karena itu khusus prajurit yang diterjurkan di wilayah konflik sudah selayaknya memdapatkan tunjangan yang lebih.
"Ke depan jangan ada lagi masalah perut atau ekonomi yang tidak terpenuhi bagi prajurit. Jangan sampai ada hak-hak dari prajurit yang diberikan oleh satuan nya disunat. Ini menjadi ujian dari kepemimpinan komandan satuan yang bertugas di sana. Selain itu tentu, proses rekrutmen prajurit perlu ditinjau sehingga orang - orang yang menjadi prajurit adalah warga pilihan terbaik," sebutnya.
Sementara itu, Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais), Soleman B Pontoh mengatakan, adanya oknum TNI AD yang menjual amunisi ke pihak musuh memerlukan jalan keluar atau solusi yang cepat agar tindakan tersebut tidak berulang di kemudian hari.
Soleman juga mempertanyakan penamaan untuk kelompok bersenjata di Papua seperti Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB} dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Penamaan itu harus sesuai di lapangan. Sehingga pasukan yang diturunkan juga tepat apakah polisi atau tentara. Karena penamaan tersebut juga berbeda penanganannya.
"Kalau kelompok kriminal maka polisi yang diturunkan. Kalau kelompok senjata ya tentara yang diturunkan. Selain itu juga pastikan jumlah kelompok yang melawan tersebut. Sehingga polisi atau tentara yang diturunkan juga bisa mengukur berapa jumlahnya," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Tatang Subarna menuturkan, tindakan oknum Praka AKG bertentangan dengan doktrin Sapta Marga hingga 8 Wajib TNI.
"Hal ini tidak mencerminkan nilai-nilai disiplin yang tertuang dalam Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Delapan Wajib TNI," tutur Tatang pada Kamis (9/6/2202) lalu.
Diketahui, Praka AKG diduga menjual amunisi kepada kelompok kriminal bersenjata di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Kemudian, ada Prada YW di Sentani, Jayapura yang kedapatan membawa 44 munisi kaliber 5,56.
Oleh karena itu, Tatang memastikan kedua oknum prajurit TNI AD yang terlibat dalam penyalahgunaan amunisi akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. "Saat ini penyidikan terhadap kedua kasus tersebut masih dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Pimpinan TNI AD akan memberikan sanksi tegas kepada oknum prajurit yang terlibat dalam penyalahgunaan amunisi," pungkasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta