get app
inews
Aa Read Next : KPJ Healthcare Resmikan Pameran Kesehatan Perdana di Jakarta, Tawarkan Teknologi Kesehatan Terkini

Akademisi Soroti Framing Capres-Cawapres Lewat Bahasa dan Kampanye Pemilu

Jum'at, 10 November 2023 | 21:09 WIB
header img
Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S. Simandjuntak.

JAKARTA, iNews.id - Peran akademisi dalam kampanye pemilu adalah menyadarkan masyarakat bahwa semua yang dilakukan dalam kampanye adalah perebutan ruang-ruang framing.

Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia Prof. Zeffry Alkatiri dalam acara Diskusi Publik: Bahasa dan Kampanye Pemilu yang diselenggarakan Universitas Prasetiya Mulya dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), di Kampus Universitas Prasetiya Mulya Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2023).

Menurut Zeffry, tugas akademisi semestinya mengedukasi masyarakat karena umumnya tim kampanye berupaya membuat calon tertentu menciptakan sebuah framing atau yang dulu dikenal sebagai propaganda yang akan disampaikan kepada masyarakat.

“Tujuannya umumnya hanya agar orang memilih mereka. Caranya adalah dengan memberi figura tertentu sesuai dengan apa yang menjadi kepentingan tim kampanye,” papar Zeffry.

Apa yang pernah dilakukan para politikus di masa kolonial, jelas Zeffry,  yang sering menggunakan propaganda dalam mempengaruhi masyarakat, sekarang ini juga dilakukan para juru kampanye atau tim pemenangan calon tertentu.

“Metode dan strateginya lebih canggih lagi. Namun pada intinya sama. Bagaimana mereka menggunakan narasi untuk mempengaruhi masyarakat,” jelasnya.

Senada dengan Zeffry, Ekonom dan Rektor Universitas Prasetiya Mulya Djisman S. Simandjuntak berpendapat bahwa seorang calon baik capres-cawapres maupun para calon wakil rakyat, mengungkap kepribadiannya dari bahasa-bahasa yang mereka ungkapkan dalam sebuah kampanye Pemilu.

“Kita bisa menggunakan bahasa untuk menyembunyikan niat, mengungkapkan rasa murka, tapi juga mengungkapkan belas kasih, kekaguman, berandai-andai dan lain-lain. Bahasa adalah sesuatu yang sangat melible (mudah meleleh), bisa diputar-putar untuk mengungkapkan sesuatu yang penting maupun tidak penting,”paparnya dalam diskusi.

Bahasa yang dipakai seseorang juga memberi sinyal tentang kepribadian orang tersebut. “Saya suka membaca puisi. Saat saya membaca puisi Schiller, (saya) membandingkan dengan bahasa Adolf Hitler. Mereka sama-sama dari Jerman, punya bahasa yang sama, bangsa yang sama. Tetapi ungkapan bahasa mereka berbeda. Schiller menganggap kita semua bersaudara, sebaliknya, Hitler menganggap orang Yahudi harus dimusnahkan”, ungkap Djisman di depan sejumlah pemerhati bahasa yang hadir, antara lain Sastrawan dan Rektor IKJ 2016-2020 Seno Gumira Ajidarma, Dosen Desain Komunikasi Visual IKJ  Iwan Gunawan, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia Prof Zeffry Alkatiri, dan Guru Besar Ilmu Marketing Prof Agus W. Soehadi.

Sementara itu, sastrawan dan Rektor Institut Kesenian Jakarta 2016-2020 Seno Gumira Ajidarma punya pendapat lain lagi soal bahasa dan kampanye pemilu.

Menurut Seno, yang penting untuk semakin disadari oleh masyarakat dalam memahami sebuah kampanye pemilu adalah literasi bahwa apa pun yang kita lihat dan dengar dalam kampanye pemilu umumnya kita terima melalui media.

“Dan (apa yang disampaikan) media itu sesungguhnya bukan realitasnya. Kita sering kurang sadar akan hal ini; dari mulai bangun tidur kita membuka media melalui TV atau HP, kita sering tidak sadar bahwa semua yang kita saksikan itu adalah ‘bikinan’ orang, bikinan tim, atau buatan orang usil, melalui proses editing, editor, melalui posisi media, dan segala macam terkait proses teknis itu, itu semua tidak ada yang riil sama sekali,”kata Seno.

Seno menambahkan, bahasa kampanye bisa dianalisa bila bersikap kritis. Kampanye baik maupun buruk, semua bisa dianalisis. Ada kampanye yang disajikan dengan gaya bahasa eufemisme, menyerang secara halus.

“Itu boleh-boleh saja. Tapi yang terpenting bagi kita (dalam menghadapi semua yang disampaikan dalam kampanye) adalah membentengi diri kita dengan sikap kritis. Yang pertama menyadari bahwa (berita dan isi kampanye) ini adalah konstruksi. Konstruksi itu bisa baik, bisa buruk. Kalau yang baik saja bukan realitas, apalagi yang buruk,”jelasnya.

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut