JAKARTA, iNewsTangsel.id - Terkait dengan isu penguntitan oleh anggota Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88) Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Dr. Febrie Adriansyah, Kapuspenkum Dr. Ketut Sumedana mengonfirmasi bahwa kejadian tersebut adalah fakta yang benar adanya.
Berdasarkan temuan di lapangan dan pemeriksaan yang dilakukan, diketahui bahwa anggota Densus 88 tersebut menyimpan profil JAM-Pidsus Dr. Febrie Adriansyah di dalam ponselnya. Hal ini terungkap setelah Tim Pengamanan dari Polisi Militer mengamankan identitas dan ponsel anggota Densus 88 tersebut.
Anggota Densus 88 yang diduga melakukan penguntitan tersebut diperiksa di Kantor Kejaksaan Agung. Setelah identitasnya diketahui, Kejaksaan Agung menyerahkan proses selanjutnya kepada Pengamanan Internal Polri (Paminal Polri).
Selain isu penguntitan, Kapuspenkum juga menanggapi pelaporan terhadap JAM-Pidsus Dr. Febrie Adriansyah ke KPK terkait isu pelelangan saham PT Gunung Bara Utama (GBU). Kapuspenkum menyampaikan bahwa pelaksanaan lelang dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada Kementerian Keuangan.
"Proses pelelangan aset PT GBU dilakukan oleh Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung bersama Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan setelah adanya putusan Mahkamah Agung pada 24 Agustus 2021, jadi pelaporan terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus adalah keliru," ujar Kapuspenkum.
Kronologinya, PT GBU awalnya akan diserahkan ke Bukit Asam yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi ditolak karena PT GBU memiliki banyak masalah seperti utang dan banyaknya gugatan.
Kemudian, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) melakukan penyidikan yang disusul oleh gugatan perdata dari PT Sendawar Jaya. Kejaksaan Agung kalah dalam gugatan tersebut di tingkat pertama, namun memenangkan pada tingkat banding.
Setelah memenangkan gugatan di Pengadilan Tinggi, Kejaksaan Agung meneliti berkas dalam kasus tersebut dan menemukan dokumen palsu. Akibatnya, Ismail Thomas ditetapkan sebagai tersangka dan kini sudah diadili.
Kapuspenkum menjelaskan bahwa proses pelelangan PT GBU dinilai oleh tiga Appraisal. Pertama, penilaian aset atau bangunan yang melekat pada PT GBU dengan nilai sekitar Rp9 miliar. Kedua, perhitungan oleh Appraisal terkait nilai PT GBU sebesar Rp3,4 triliun.
Kedua penilaian ini kemudian dilelang, namun pada lelang pertama tidak ada yang menawar. Kapuspenkum membantah adanya kerugian sebesar Rp9 triliun dari proses pelelangan tersebut karena tidak ada yang menawar appraisal senilai Rp9 triliun tersebut. Hanya appraisal senilai Rp9 miliar yang laku.
Editor : Hasiholan Siahaan