Oleh: Suhendra Atmaja – Praktisi Komunikasi Perminyakan UNPAD Bandung
LIFTING, kata tersebut sering kita dengar saat pemerintah mengeluarkan statemen terkait produksi minyak dan gas bumi nasional. Lifting seolah menjadi momok atau hantu yang menakutkan yang terus dipertanyakan publik atau anggota DPR saat rapat dengan pendapat dengan SKK Migas.
Maklum saja, Lifting minyak dan gas bumi bisa dibilang sebagai indikator kinerja perusahaan minyak dan gas bumi, karena mencerminkan kapasitas produksi. Di Indonesia saat ini lifting kembali isu yang mengemuka terutama saat pemerintahan Prabowo dan Gibran membuat asacita dan salah satunya adalah swasembada energi.
Nah, untuk perubahan mewujudkan swasembada energi, pemerintahan Prabowo Gibran kemudian, melakukan penyegaraan dengan mengganti Direktur Pertamina, Nicke Widyawati dengan Simon Aloysius Mantiri, Senin 5 November 2024 dan disusul pergantian Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto dengan ahli perminyakan, Djoko Siswanto, yang sebelumnya menjabat di Dewan Energi nasional atau DEN, Kamis 7 November 2024.
Lifting pada hakekatnya adalah produksi minyak dan gas bumi, untuk mengurangi impor minyak maka lifting minyak sejatinya, harus lebih besar dari kebutuhan atau konsumsi minyak bagi rakyat Indonesia. Secara kaffah, untuk meningkatkan lifting minyak, hal yang paling utama dilakukan adalah Ekplorasi masif. Eksplorasi dalam Bahasa umum, adalah mencari dan melakukan pengeboran minyak dan gas bumi.
Menurut penulis, salah satu cara, yang harus dilakukan untuk mengurangi impor minyak, yaitu eksplorasi, jika ada usulan Menteri ESDM akan memanfaatkan sumur-sumur idle atau memanfaatkan sumur-sumur lama guna meningkatkan produksi, itu bisa saja dilakukan tapi tentu kapasitas penambahan lifting tidak akan besar karena nilai keekonomian sumur-sumur idle masih harus diuji.
Pengamat Energi Reforminer Institute, Komaidi Notonegero dalam sebuah kesempatan mengatakan pemanfaatan sumur idle hanya akan sedikit saja menambah lifting atau produksi minyak, “Tapi tidak apa-apa yang terpenting adalah kenaikan, meski kenaikannya sedikit sekali,” kata Komaidi.
Menurut Komaidi, menaikan lifting migas jika dilihat kondisi lapangan harus diakui agak berat karena apalagi mengandalkan dan memaksimalkan idle well atau lapangan tua, yang secara teknis bisa produksi tapi belum tentu ekonomis secara bisnis.
Berkaca dari pengalaman, pemerintah dalam hal ini SKK Migas, harusnya lebih baik mengandalkan eksplorasi migas, tentu dengan harapan dapat menemukan Giant Discovery atau penemuan ladang minyak dan gas bumi dalam jumlah sangat besar.
Bagaimana menemukan Giant Discovery ? ya, mungkin tidak sesimple kita mengebar air atau jet pump, namun salah satu mempercepat ekplorasi adalah diberikan kemudahan bagi investor, salah satunya dengan mempermudah perizinan eksplorasi dan memberikan benefit-benefit bagi perusahaan minyak atau KKKS agar mereka mau melakukan pengeboran sumur minyak baru.
Menaikan Lifting
Saat serah terima jabatan (sertijab) Kepala SKK Migas di kantor SKK Migas, gedung Wisma Mulia, Kepala SKK Migas yang baru Djoko Siswanto membakar para pekerja migas untuk mendesak kenaikan lifting minyak nasional.
“Jika saya katakan naikan lifting, coba jawab dengan bisa..!.. bisa..! bisa..!,” demikian dikatakan Djoko Siswanto yang diikuti pekerja migas dan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerjsama) yang ikut menghadiri sertijab, Kamis, 7 November 2024.
Pergantian pucuk pimpinan industri yang mengurusi hulu migas ini, memang sudah menjadi desus-desus dikalangan wartawan dan pejabat di lingkungan energi. Penulis melihat, pergantian Kepala SKK Migas memiliki pekerjaan rumah dan tantangan berat bagi pimpinan SKK Migas yang baru, yaitu memperbaiki neraca migas nasional yang setiap tahun mengalami penurunan atau lebih besar impor dari pada produksi minyak nasional.
Pemerintah melalui DPR sendiri menyepakati lifting minyak di tahun 2024 sebesar 635 Ribu Barrel Oil Per Day (BOPD), Namun data SKK Migas menunjukan bahwa realisasi lifting migas, hingga Oktober mencapai 604 Ribu Barrel Oil Per Day (BOPD) artinya target minyak tahun 2024 agak sulit tercapai jika melihat kondisi sekarang yang sudah mendekati akhir tahun apalagi menaikan lifting minyak, tapi optimis harus tetap terjaga.
Presiden Prabowo Subianto dalam pesannya yang disampaikan menteri ESDM, Bahlil Lahadilia mengungkapkan target yang harus dicapai dalam kepemimpinan Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto adalah menaikan lifting.
“Saya merasa penting menyampaikan tegas-tegas, untuk urusan lifting, lifting kita sekarang hanyak 600 Ribu Barrel per day, dan sebenarnya ini bisa kita tingkatkan, “ kata Bahli saat pelantikan Djoko Siswanto.
Bahkan secara tegas, Bahlil mengatakan, “Saya minta kepada pak Djoko Yang baru dilantik, soal lifting harus dituntaskan, itu pekerjaan utama bapak,” kata Bahlil, 7 November 2024. Tantangan kenaikan lifting inilah yang harus dijawab SKK Migas dan Pertamina karena Pertamina memiliki 70% wilayah kerja migas yang tersebar diseluruh Indonesia.
Hal lain yang menjadi pekerjaan rumah di Industri Hulu migas adalah belum selesainya revisi UU Migas, meskipun sudah kerap masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional), entah kenapa UU Migas belum juga disahkan DPR dan Pemerintah. Padahal UU Migas merupakan payung hukum yang kuat bagi perusahaan minyak dan gas bumi untuk investasi dan melakukan pengeboran di Industri Hulu migas.
Akankah tantangan menaikan lifting terwujud, kita tunggu saja.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta