GAMKI Tolak Wacana Pemulangan Hambali, Minta Pemerintah Fokus pada Izin Rumah Ibadah

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) menolak tegas wacana pemulangan tokoh Jamaah Islamiyah, Encep Nurjaman alias Hambali, ke Indonesia. Wacana ini sebelumnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra.
Menko Yusril menyatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan pemulangan Hambali dari penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba. Hambali merupakan terdakwa kasus Bom Bali 2002 dan Bom JW Marriott.
“Bagaimanapun, Hambali adalah warga negara Indonesia. Sebesar apa pun kesalahannya, negara tetap harus memberikan perhatian,” ujar Yusril di Jakarta.
Menurut Yusril, jika mengacu pada hukum Indonesia, kasus Hambali telah kedaluwarsa karena telah berlalu lebih dari 18 tahun, batas waktu yang ditentukan untuk kasus dengan ancaman pidana mati atau seumur hidup.
Namun, Ketua Umum GAMKI, Sahat MP Sinurat, menilai pemulangan Hambali justru akan melukai perasaan jutaan rakyat Indonesia yang pernah menjadi korban aksi terorisme.
"Menko Yusril beralasan bahwa Hambali sebagai WNI harus dilindungi hak-haknya. Tapi apakah beliau juga memikirkan hak jutaan rakyat Indonesia yang ingin hidup damai dan terbebas dari ancaman terorisme?" kata Sahat, Jumat (14/2/2025).
Sahat berharap Presiden Prabowo Subianto mengevaluasi dan membatalkan rencana tersebut.
"Kami yakin Bapak Prabowo mendengar suara rakyat. Banyak warga Indonesia yang masih merasakan luka akibat berbagai aksi terorisme di masa lalu," tegasnya.
Fokus ke Persoalan Izin Rumah Ibadah
Sekretaris Umum DPP GAMKI, Alan Singkali, meminta pemerintahan Prabowo-Gibran untuk lebih fokus menangani persoalan izin rumah ibadah, yang masih menjadi masalah di berbagai daerah.
Pedoman dan persyaratan pendirian rumah ibadah sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/8 Tahun 2006. Namun, di sejumlah daerah, masih terjadi pelarangan bahkan pembubaran ibadah akibat sulitnya perizinan serta tindakan kelompok intoleran.
"Daripada mengurus kepulangan Hambali, pemerintah seharusnya mengevaluasi kinerja pemerintah daerah yang tidak serius menangani persoalan intoleransi," kata Alan.
Dalam pertemuan dengan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, GAMKI mendorong agar indeks HAM yang dirilis pemerintah setiap tahun diikuti dengan sistem reward dan punishment bagi pemerintah daerah terkait.
"Pendekatan ini diharapkan dapat memacu pemerintah daerah untuk lebih serius menangani intoleransi dan menjamin kebebasan beragama, hak atas tanah masyarakat adat, serta perlindungan bagi kelompok rentan," pungkas Alan.
Editor : Hasiholan Siahaan