Tandai Enam Bulan Pemerintahan Prabowo-Gibran, KAMMI Serukan Indonesia Darurat

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Menandai enam bulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menyuarakan peringatan keras: Indonesia berada dalam kondisi darurat. Gerakan #IndonesiaDarurat digaungkan sebagai bentuk protes atas kemunduran di tiga sektor strategis: demokrasi, penegakan hukum dan HAM, serta perekonomian nasional.
Ketua Umum PP KAMMI, Ahmad Jundi, menyebut publik sempat menyimpan harapan besar terhadap pemerintahan baru pasca dilantik pada 20 Oktober 2024. Namun, hingga April 2025, realisasi kebijakan dinilai minim dan justru kerap kontradiktif.
“Kebijakan pemerintah belum menjawab harapan. Alih-alih efisiensi, yang terjadi justru pembengkakan kabinet. Komunikasi publik juga buruk dan membingungkan,” ujar Jundi, Sabtu (19/4/2025).
Senada, Arsandi, Ketua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, menyoroti kemunduran demokrasi yang nyata. Menurutnya, kebebasan sipil kian tertekan—mulai dari penggunaan UU ITE sebagai alat represi, pembatasan aksi demonstrasi, hingga ancaman terhadap jurnalis.
“Kita sedang menyaksikan kembalinya praktik otoritarian dalam wajah baru. Demokrasi bukan hanya terancam, tapi benar-benar dalam kondisi darurat,” tegas Arsandi.
KAMMI juga menyoroti penguatan militerisasi di ruang sipil, menyusul disahkannya revisi UU TNI pada 20 Maret 2025. UU ini memperluas peluang perwira aktif menduduki jabatan sipil dan menaikkan usia pensiun prajurit, yang berpotensi menambah beban fiskal negara.
Sorotan lain tertuju pada pernyataan Presiden Prabowo dalam wawancara dengan tujuh pemimpin redaksi pada 6 April. Meski menyebut demonstrasi sebagai bagian dari demokrasi, Presiden juga mempertanyakan motif aksi yang terjadi belakangan ini, apakah murni aspirasi atau “ada yang membayar.”
“Pernyataan itu bisa melemahkan legitimasi kritik publik dan mengaburkan suara rakyat. Kritik seharusnya dijawab dengan dialog, bukan kecurigaan,” ujar Arsandi.
Di sektor ekonomi, tantangan tak kalah serius. Alzeiraldy, Kepala Departemen Kajian Strategis PP KAMMI, mencatat depresiasi rupiah bukan semata disebabkan faktor global, tetapi juga karena defisit transaksi berjalan dan arah kebijakan fiskal yang belum jelas. Pemerintah bahkan telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,4% menjadi hanya 4,8% pada kuartal I 2025.
“Kondisi ini menghantam masyarakat bawah. Harga kebutuhan pokok melonjak, daya beli turun, PHK massal terjadi di berbagai sektor,” jelas Alzeiraldy.
Ia juga mengkritik ketimpangan distribusi fiskal. Anggaran jumbo untuk proyek-proyek besar dan program sosial seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) belum menyentuh sektor produktif dan pelaku UMKM secara proporsional.
“Pemerintah harus sadar, pembangunan tak cukup hanya dengan proyek mercusuar. Perlu keberpihakan nyata pada ekonomi rakyat,” tandasnya.
Editor : Hasiholan Siahaan