Polemik Prajurit Jaga Kejaksaan, DPR Didesak Panggil Panglima TNI dan Jaksa Agung

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Polemik pengerahan prajurit TNI untuk menjaga lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia terus bergulir. Indonesia Police Watch (IPW) mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera memanggil Jaksa Agung ST Burhanuddin, Panglima TNI Agus Subiyanto, dan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Maruli Simanjuntak. Pemanggilan ini dinilai penting untuk mendapatkan penjelasan komprehensif terkait dasar hukum dan tujuan dari pengerahan pasukan tersebut.
"Jaksa Agung harus transparan dan DPR harus memanggilnya untuk kepentingan publik. Yang tidak kalah pentingnya, DPR harus memanggil Panglima TNI dan Kasad untuk menjelaskan Tupoksinya di pertahanan yang melakukan tugas keamanan dengan melanggar konstitusi dan TAP MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri," tegas Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan resminya, Senin (12/5/2025).
IPW menilai, kerja sama antara TNI dan Kejaksaan dalam hal pengamanan ini menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat, terutama terkait motif dan dasar hukumnya.
Sugeng Teguh Santoso berpendapat bahwa pengerahan personel TNI untuk mengamankan institusi Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia berpotensi melanggar konstitusi UUD 1945 dan TAP MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri. Dalam aturan tersebut, ditegaskan bahwa TNI merupakan aparat pertahanan negara, bukan aparat keamanan dalam negeri. Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan ini dinilai dapat mengganggu penyelenggaraan negara, termasuk hubungan antar lembaga negara, pembagian kekuasaan, hukum dasar (konstitusi), dan mekanisme pemerintahan.
"Oleh karenanya, IPW mendesak Presiden dan DPR melakukan pembahasan yang serius atas pelanggaran terhadap UUD dan TAP MPR VII/2000 yang dilakukan oleh TNI dalam melakukan pengamanan di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia," ucap Sugeng.
Ia merinci pasal-pasal yang diduga dilanggar, yaitu Pasal 30 ayat 3 UUD 1945 dan pasal 2 Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000. Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa TNI sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Sementara itu, wilayah keamanan dalam negeri menjadi tugas Polri, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat 4 UUD 1945.
IPW juga berpendapat bahwa pengamanan Kejaksaan oleh TNI tidak sesuai dengan Pasal 7 ayat 2 UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 yang mengatur tugas pokok TNI. Menurut IPW, gedung Kejaksaan bukanlah objek vital nasional yang bersifat strategis, melainkan kantor pemerintahan dalam bidang penegakan hukum.
"Yang dimaksud dengan objek vital nasional yang bersifat strategis adalah objek yang menyangkut hajat hidup orang banyak, harkat dan martabat bangsa, serta kepentingan nasional yang ditentukan oleh keputusan pemerintah," tandasnya.
Polemik ini bermula dari Surat Telegram (ST) Panglima TNI bernomor TR/422/2025 yang memerintahkan penyiapan dan pengerahan personel TNI beserta alat kelengkapannya untuk mendukung pengamanan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia. Surat Telegram tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Kasad dengan mengeluarkan Surat Telegram bernomor ST/1192/2025 yang memerintahkan jajarannya untuk menyiapkan dan mengerahkan personel dari Satuan Tempur dan Satuan Bantuan Tempur. Langkah ini menuai kritik dari berbagai pihak, yang menilai bahwa kejelasan batas fungsi TNI harus terus ditegaskan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara aparat militer dan sipil dalam konteks negara hukum.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi menegaskan bahwa seluruh bentuk dukungan TNI dilakukan berdasarkan permintaan resmi dan kebutuhan yang terukur. Ia juga memastikan bahwa pengerahan personel TNI dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“TNI senantiasa menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, netralitas, dan sinergisitas antar-lembaga,” tegas Kristomei.
Editor : Aris