Begini Respons Kapolri soal Polemik Prajurit TNI Jaga Kejaksaan

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Pengerahan prajurit TNI untuk menjaga kantor kejaksaan tinggi (kejati) dan kejaksaan negeri (kejari) di seluruh Indonesia menuai sorotan tajam. Namun, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memilih untuk irit bicara saat dimintai tanggapannya terkait hal ini. Ketika ditanya wartawan, Sigit hanya menegaskan bahwa sinergi antara Polri dan TNI semakin baik, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai dasar hukum pengerahan tersebut.
"Yang jelas sinergisitas TNI-Polri semakin oke," kata Kapolri singkat, Rabu (14/5/2025).
Perintah pengerahan personel dan alat perlengkapan TNI untuk pengamanan kejati dan kejari ini tertuang dalam Telegram Panglima TNI Nomor TR/442/2025 tertanggal 6 Mei 2025. Langkah ini kontan menuai kritik keras dari Indonesia Police Watch (IPW).
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menilai bahwa tindakan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tersebut melanggar konstitusi, khususnya UUD 1945 dan Tap MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.
"IPW menilai pengerahan pengamanan TNI di Institusi Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan negeri melanggar konstitusi UUD 1945 dan Tap MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri," tegas Sugeng dalam siaran persnya, Senin (12/5/2025).3
TAP MPR VII Tahun 2000 secara jelas mengatur bahwa TNI adalah aparat pertahanan negara, bukan aparat keamanan dalam negeri. IPW menilai bahwa pengerahan TNI untuk menjaga kejaksaan berpotensi mengganggu hubungan antar lembaga negara, pembagian kekuasaan, konstitusi, dan mekanisme pemerintahan.
"Oleh karenanya, IPW mendesak Presiden dan DPR melakukan pembahasan yang serius atas pelanggaran terhadap UUD dan Tap MPR VII/2000 yang dilakukan oleh TNI dalam melakukan pengamanan di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia," tutur Sugeng.
Pengerahan TNI untuk menjaga kejaksaan menimbulkan pertanyaan besar mengenai batas kewenangan masing-masing lembaga negara. Publik menanti penjelasan yang lebih rinci dari pihak terkait mengenai dasar hukum dan tujuan dari pengerahan tersebut. Sikap bungkam Kapolri justru menimbulkan spekulasi dan kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Desakan IPW agar Presiden dan DPR melakukan pembahasan serius terkait pelanggaran konstitusi ini menunjukkan adanya potensi konflik antar lembaga negara. Hal ini tentu menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia. Publik berharap agar permasalahan ini segera diselesaikan secara transparan dan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Editor : Aris