Menhub dan Ekonom Sepakat, Regulasi Ojol Perlu Pertimbangan Matang

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Gelombang protes pengemudi ojek online (ojol) terkait komisi 20% memicu desakan agar pemerintah segera turun tangan. Namun, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi dan sejumlah ekonom justru mengingatkan pemerintah untuk tidak gegabah membuat regulasi.
“Kalau tidak mempertimbangkan keseimbangan ekosistem, dampaknya bisa luas. Ini bukan sekadar bisnis, ada jutaan pelaku UMKM, konsumen, hingga penyedia layanan yang terlibat,” ujar Dudy.
Senada, Direktur Eksekutif Modantara Agung Yudha menyebut bahwa industri mobilitas digital seperti ojol, taksol, dan kurir menyumbang 2% terhadap PDB. “Penurunan komisi bisa mengancam 1,4 juta pekerjaan dan menekan PDB hingga 5,5%,” katanya, Senin (26/5/2025).
Ekonom Piter Abdullah juga mengingatkan soal potensi kemunduran (setback) ekosistem digital. “Regulasi berbasis tekanan emosional bisa menghapus 10 tahun kemajuan industri. Investor bisa lari karena ketidakpastian hukum,” tegas Piter.
Menurut Piter, pasar ojol bersifat terbuka tanpa monopoli. “Pengemudi bebas pilih platform. Ada yang potongannya hanya 9–15 persen, seperti Maxim atau InDrive,” imbuhnya.
Para ahli sepakat, regulasi ekosistem digital harus berbasis data, tidak populis, dan melibatkan semua pihak, agar tidak merusak keseimbangan industri yang menopang lebih dari 3 juta mata pencaharian di Indonesia.
Editor : Hasiholan Siahaan