get app
inews
Aa Text
Read Next : Kasus Penganiayaan Lansia 70 Tahun, Keluarga Pelaku Sebut Korban Pernah Siram Air Panas

Miftah Mulana Minta Maaf Usai Heboh Penganiayaan Santri di Ponpes Ora Aji

Senin, 02 Juni 2025 | 06:03 WIB
header img
Pendakwah kondang Miftah Maulana. (Foto: Instagram Gus Miftah)

JAKARTA, iNewstangsel.id - Pendakwah kondang Miftah Maulana Habiburrahman akhirnya buka suara dan menyampaikan permintaan maaf terkait kasus dugaan penganiayaan yang terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji yang diasuhnya. Permintaan maaf ini disampaikan melalui perwakilan yayasan pesantren sebagai bentuk tanggung jawab moral.

Kuasa Hukum Yayasan Ponpes Ora Aji, Adi Susanto, menyatakan bahwa musibah ini menjadi pukulan berat bagi pihak pesantren. "Musibah ini adalah pukulan bagi kami, terutama atas nama pondok pesantren ya. Ini adalah pukulan sehingga atas nama ketua yayasan, beliau (Miftah) sudah menyampaikan permohonan maafnya tadi," kata Adi Susanto, Sabtu (31/5).

Adi menjelaskan bahwa pihak yayasan dan pesantren telah berupaya menjadi mediator antara santri korban berinisial KDR (23) dan 13 santri lain yang menjadi terduga pelaku. Namun, upaya mediasi tersebut tidak berhasil mencapai titik temu antara kedua belah pihak yang berselisih.

Lebih lanjut, Adi menegaskan bahwa 13 santri yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan ini seluruhnya merupakan santri aktif. Ia membantah adanya keterlibatan pengurus pesantren dalam insiden yang terjadi pada Februari 2025 tersebut.

Meskipun mengakui adanya kontak fisik antara 13 santri dengan KDR, Adi menyebut tindakan tersebut sebagai upaya spontan untuk memberikan pelajaran moral dalam lingkup pertemanan santri. Ia juga menyayangkan tudingan korban terkait pengikatan, pencambukan dengan selang, hingga penyetruman yang dinilai terlalu dramatis.

Adi menjelaskan bahwa 'pelajaran moral' itu diberikan setelah KDR mengakui bertanggung jawab atas sejumlah pelanggaran, termasuk vandalisme, kehilangan barang milik santri lain, dan penjualan air galon tanpa izin. Pihak pesantren membantah bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk memaksa KDR mengakui perbuatannya, melainkan pengakuan didapatkan melalui pendekatan persuasif.

Kuasa hukum pesantren juga membenarkan bahwa meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka dengan ancaman hukuman pidana di atas lima tahun, 13 santri tersebut tidak ditahan. Alasan utama tidak dilakukannya penahanan adalah status mereka sebagai santri aktif yang masih membutuhkan pendidikan, serta adanya empat tersangka yang masih di bawah umur.

Editor : Aris

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut