get app
inews
Aa Text
Read Next : Kenalkan Wisata Lokal, Dinas Pariwisata Tangsel Gelar Edutrip untuk Pelajar

Penggusuran Warga Eks Terminal Ciputat Dikecam, Pemkot Tangsel Dinilai Abai Kemanusiaan

Senin, 23 Juni 2025 | 13:01 WIB
header img
Wakil Wali Kota Tangsel, Pilar Saga Ichsan, menegaskan bahwa Pemkot tidak berkewajiban memberi ganti rugi, lantaran lahan yang ditempati merupakan aset milik negara.

CIPUTAT, iNewsTangsel.id - Langkah Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel) menggusur permukiman warga di bekas Terminal Ciputat, atau yang dikenal sebagai kawasan Roksy, menuai kritik tajam. Warga menuding pemerintah bertindak tanpa empati dan tak memberikan solusi bagi mereka yang terdampak.

Penggusuran yang dilakukan pada Senin (23/6/2025) itu memicu kekecewaan mendalam, terutama karena tidak disertai bentuk kompensasi apa pun. Wakil Wali Kota Tangsel, Pilar Saga Ichsan, menegaskan bahwa Pemkot tidak berkewajiban memberi ganti rugi, lantaran lahan yang ditempati merupakan aset milik negara.

“Tidak ada kompensasi dalam penggusuran ini,” ujar Pilar singkat.

Pernyataan tersebut memicu amarah warga yang selama bertahun-tahun menempati lahan tersebut dan membangun kehidupan mereka di atasnya. Ketua Paguyuban Warga, Stefanus Tarigan, mengatakan bahwa warga sebenarnya memahami status hukum tanah yang mereka tinggali. Namun, ia menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai tak memanusiakan mereka.

“Kita sadar ini milik Pemda. Tapi cara penggusurannya seperti tanpa hati. Seolah-olah kami ini bukan manusia, dibongkar begitu saja tanpa ada komunikasi yang baik,” ucap Stefanus.

Stefanus mengaku warga hanya meminta tambahan waktu agar bisa membongkar bangunan secara mandiri, tanpa merugikan lebih jauh. Menurutnya, permintaan itu bukan bentuk perlawanan, melainkan harapan akan perlakuan lebih manusiawi.

“Kami tidak minta dimanja, hanya minta dihargai. Pemerintah mestinya tahu, kami ini juga rakyatnya,” tegasnya.

Permohonan warga untuk diberi waktu satu minggu ditolak. Pemerintah hanya memberi waktu lima hari untuk membongkar secara mandiri. Bahkan, menurut kabar di lapangan, salah satu anggota legislatif disebut hanya memberi waktu tiga hari.

“Saya mohon waktu lima hari, kami benar-benar tidak punya uang. Harus cari biaya sendiri untuk bongkar bangunan,” ujar Stefanus dengan nada lirih.

Warga mengaku sudah bermukim di kawasan itu lebih dari delapan tahun. Saat awal ditempati, lokasi itu disebut sebagai lahan mati yang tidak dimanfaatkan oleh Pemda. Seiring waktu, kawasan tersebut berkembang menjadi pemukiman padat dengan aktivitas ekonomi kecil seperti warung, usaha rumahan, hingga tempat hiburan.

Kini, dengan penggusuran mendadak dan tanpa solusi pengganti, warga merasa dilucuti hak hidupnya di kota yang mereka anggap rumah sendiri.

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut