400 Ribu Warga Indonesia Jalani Pemindaian Tulang, Risiko Osteoporosis Meningkat Signifikan

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Risiko tulang rapuh atau osteoporosis di Indonesia menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil pemindaian tulang (bone scan) terhadap lebih dari 400.000 orang di 16 kota, ditemukan bahwa risiko osteoporosis meningkat rata-rata 20 persen setiap penambahan usia 10 tahun.
Osteoporosis merupakan penyakit yang menyebabkan tulang menjadi lemah, rapuh, dan mudah patah. Kondisi ini sering kali tidak menimbulkan gejala pada tahap awal sehingga kerap disebut sebagai “penyakit sunyi” (silent disease).
“Puncak kepadatan tulang seseorang biasanya tercapai pada usia 30 tahun. Setelah itu, terjadi penurunan bertahap yang bisa mempercepat risiko osteoporosis bila tidak disertai gaya hidup sehat,” jelas Dr. dr. Tirza Z. Tamin, Sp.KFR, M.S(K), FIPM(USG), Ketua Umum Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI), Jumat (10/10/2025)
Menurut Tirza, faktor usia memang tidak dapat dihindari, tetapi dampaknya dapat ditekan melalui langkah pencegahan sejak dini, seperti memastikan asupan kalsium dan vitamin D cukup, rutin berolahraga, serta melakukan pemeriksaan kepadatan tulang secara berkala.
Hasil survei pemindaian tulang nasional yang dilakukan sepanjang Agustus 2024 hingga Mei 2025 mengungkap pola yang konsisten: setiap dekade pertambahan usia berbanding lurus dengan peningkatan risiko osteoporosis.
Data juga menunjukkan bahwa wanita pascamenopause dan lansia di atas 60 tahun merupakan kelompok dengan tingkat risiko tertinggi.
Kasus seperti yang dialami Henny Purwanti (70) menggambarkan bagaimana osteoporosis dapat hadir tanpa tanda. “Saya merasa sehat dan aktif, tapi hasil pemeriksaan menunjukkan nilai kepadatan tulang saya -2. Itu berarti risiko saya tinggi,” tuturnya. Setelah didiagnosis, ia mulai rutin berjalan kaki dan memperbaiki pola makan.
Para ahli menekankan bahwa gejala osteoporosis sering kali baru dirasakan ketika tulang sudah rapuh. Keluhan seperti nyeri punggung, berkurangnya tinggi badan, atau patah tulang ringan bisa menjadi tanda awal yang sering diabaikan. “Karena bersifat irreversible, pencegahan menjadi satu-satunya cara terbaik,” ujar Tirza menegaskan.
Masyarakat diimbau untuk lebih memperhatikan kesehatan tulang sejak usia muda. Aktivitas fisik seperti berjalan kaki, bersepeda ringan, atau menari dapat membantu menjaga kepadatan tulang. Asupan protein, kalsium, magnesium, dan vitamin D juga berperan besar dalam memperlambat proses pengeroposan. “Jangan tunggu nyeri atau menua dulu. Periksakan kepadatan tulang minimal sekali dalam beberapa tahun. Tulang kuat berarti kualitas hidup lebih baik di masa tua,” ujar Tirza.
Editor : Hasiholan Siahaan