Sipol, lanjut Yani, dalam terminologi agama adalah sunnah. Artinya tidak wajib menjadi alat untuk verifikasi partai. "Hal itu juga sudah disampaikan oleh KPU. Artinya pendaftaran partai peserta pemilu 2024 boleh bawa hard copy, soft atau lewat Sipol. Tetapi lagi-lagi KPU menghambatnya," ujar dia lagi.
KPU RI dan Bawaslu menurut telah melakukan perampasan hak konstitusional partai politik yang telah mendaftar secara resmi untuk menjadi peserta Pemilu 2024 dengan Sipol-nya.
"Bagaimana Pemilu dikatakan jujur, adil dan berintegritas jika tahapannya saja sudah tidak fair," kata Yani.
"Sebagaimana ketentuan UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum setiap partai politik berbadan hukum wajib mendaftarkan diri ke KPU RI apabila ingin menjadi peserta pemilu, kita sudah ikuti tapi justru dihambat oleh Sipol KPU yang tidak diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu dan hanya bersumber pada Peraturan KPU (PKPU) 4/2022," paparnya.
Menurut Yusuf Rizal, KPU harus ditata ulang. Oleh karena itu tahapan Pemilu 2024 tidak bisa dilanjutkan kalau semuanya belum dituntaskan, baik orang-orangnya maupun sistemnya.
"Di KPU pelaksanan implementasi PKPU nya tidak dijalankan dengan baik. Ada diskriminasi dan pelanggaran yang barangkali sistematis," ujarnya.
"Hal aneh, ibarat pertandingan sepakbola ada regulasi yang tiba-tiba di tengah jalan diganti,” imbuh Yusuf Rizal.
Menanggapi hal itu Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti akan menyampaikan hal tersebut kepada pemerintah. Karena amanat presiden di KPU jelas mengatakan bahwa proses pemilu harus berjalan profesional, adil, terbuka dan jujur.
“Aspirasi yang saya terima dari teman-teman ini kan kebalikan dari amanat presiden. Aspirasi ini harus didengar oleh pemerintah dan KPU,” tandasnya.
Jangan sampai, lanjut LaNyalla, kita menghabiskan puluhan trilyun uang rakyat hanya untuk pemilu yang tidak berkualitas dan cacat.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait