Apalagi jika nanti lembaga kliring dan custodian kripto yang akan hadir juga mengenakan fee. Hal tersebut dikhawatirkan akan kontraproduktif terhadap perkembangan industry kripto di Indonesia lantaran biaya total transaksi kripto dalam negeri jadi melambung tinggi.
Dengan potensi kemunculan biaya-biaya ini maka ini akan membuat biaya exchange lokal lebih mahal dari exchange luar. Belum lagi biaya-biaya compliance seperti audit, asuransi, dan lain sebagainya. Rey khawatir, jika hal itu sampai terjadi maka akan ada capital flight, perginya dana investasi kripto di Indonesia ke luar negeri.
“Kalau sampai akhirnya over all cost transaksi kripto di exchange Indonesia lebih tinggi dibanding di exchange luar negeri akibat penerapan berbagai pajak dan biaya tersebut, maka otomatis nasabah akan trading ke luar, sehingga khawatirnya ada capital flight. Efek lebih lanjutnya adalah penurunan keseluruhan dari investasi di industry kripto Indonesia,” urai Rey.
Padahal selama ini dampak industry kripto telah turut menyumbang perekonomian Indonesia. Antara lain dengan peningkatan daya beli buah dari keuntungan para nasabah Indonesia di industry kripto yang kemudian dibelanjakan di dalam negeri.
“Kalau sampai terjadi capital flight khawatirnya efek peningkatan ekonomi dari sector kripto tidak akan hadir di Indonesia. Belum lagi factor ketertinggalan Indonesia di industry kripto lantaran iklim investasi di sector kripto yang kurang menarik akibat biaya-biaya pajak dan transaksi yang meninggi,” ujar Rey.
Untuk itu Rey menyarankan ke para pihak pemangku kepentingan industry kripto, baik regulator maupun para pelaku bisnisnya untuk sama-sama menjaga iklim kompetisi industry kripto dalam negeri tetap dijaga dengan baik.
“Salah satunya dengan tetap menjaga berbagai biaya pajak dan transaksi kripto di Indonesia tetap kompetitif dibandingkan luar negeri,” pungkas Rey.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait