AMERIKA SERIKAT, iNewsTangsel.id - Militer Amerika Serikat mengklaim melakukan serangan balas dendam di Irak dan Suriah pada Sabtu (3/2/2024) dini hari, menargetkan Pasukan Quds Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran dan kelompok afiliasinya.
Serangan udara melibatkan pesawat pengebom jarak jauh dan mengenai lebih dari 85 target dengan penggunaan 125 amunisi presisi. Aksi ini dipicu oleh serangan drone terhadap pangkalan Amerika di Yordania minggu sebelumnya yang menyebabkan tiga tentara AS tewas dan lebih dari 40 lainnya terluka.
Pasukan militer AS melakukan serangan terhadap lebih dari 85 sasaran, termasuk fasilitas pusat operasi komando dan kendali, pusat intelijen, roket, rudal, penyimpanan kendaraan udara tak berawak, serta fasilitas rantai pasokan logistik dan amunisi kelompok milisi dan sponsor IRGC. Serangan udara ini melibatkan banyak pesawat, termasuk pengebom jarak jauh, dan menggunakan lebih dari 125 amunisi presisi, demikian pernyataan dari CENTCOM.
Dua pejabat Amerika yang tidak disebutkan namanya oleh CNN menyebutkan bahwa pengeboman ini mungkin menjadi awal dari serangkaian serangan Washington yang lebih besar terhadap milisi yang didukung oleh Teheran.
Minggu malam lalu, serangan drone menargetkan pangkalan militer AS di Yordania yang dekat dengan Suriah, dikenal sebagai "Tower 22". Kelompok Perlawanan Islam di Irak mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut, dengan alasan Amerika mendukung Israel dalam pengeboman brutal di Gaza, Palestina.
Serangan terhadap Tower 22 direncanakan, dibiayai, dan difasilitasi oleh Perlawanan Islam di Irak, termasuk faksi milisi seperti Kataib Hezbollah, yang sebelumnya telah melancarkan serangan roket dan drone terhadap pasukan AS sejak perang Israel-Hamas pecah pada 7 Oktober 2023, seperti yang diungkapkan juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby.
Kirby menyiratkan bahwa serangan balasan AS akan dilakukan selama beberapa hari. "Ini tidak akan terjadi satu kali saja," ujarnya. "Seperti yang saya katakan, hal pertama yang Anda lihat bukanlah hal terakhir." Dia menambahkan bahwa Presiden Joe Biden masih berupaya menghindari perang yang lebih luas dengan Iran.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait