Kejanggalan Sirekap Dibongkar Roy Suryo, Sebut Sistemnya Tidak Cocok Digunakan!

Achmad Al Fiqri
Ilustrasi Sirekap yang jadi polemik. Foto: istimewa

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Pakar telematika Roy Suryo mengkritik penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), menyatakan bahwa sistem tersebut tidak pantas digunakan. Dia menyoroti adanya kesalahan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang terjadi pada Sirekap.

"Ada beberapa hal yang mencurigakan yang membuat Sirekap tidak layak digunakan," ungkap Roy saat berbicara dalam Forum Penyelamat Reformasi Demokrasi Indonesia di Jakarta pada Rabu (28/2/2024).

Roy menyebutkan bahwa kejanggalan pertama adalah perubahan berulang yang terjadi pada Sirekap setelah dijalankan. Ia mengibaratkan situasinya seperti permainan yang sudah dimulai, tetapi kemudian perangkat lunaknya diperbarui.

Sirekap yang diunduh oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengalami perubahan sebanyak 10 kali, yang menurut Roy, menunjukkan bahwa sistem tersebut tidak dapat diandalkan.

"Artinya, sistem ini tidak layak digunakan dan tidak boleh menjadi taruhan bagi kemajuan bangsa," tambahnya.


Pemerhati telematika Roy Suryo (foto: MPI)
 

Kejanggalan kedua yang disoroti adalah insiden pada hari pencoblosan tanggal 14 Februari 2024. Roy menyebut bahwa saat itu KPU menyatakan Sirekap mengalami peretasan.

"Sebenarnya bukan peretasan, tetapi sistem dimatikan untuk memasukkan program tersembunyi. Pada pukul 19.00 WIB, data yang muncul di Sirekap seperti hasil quick count," jelasnya.

Hasil quick count tersebut menunjukkan perolehan suara pasangan calon nomor 01 sebesar 24 persen, nomor 02 sebesar 58 persen, dan nomor 03 sebesar 17 persen, padahal pada saat itu baru hari pertama pencoblosan dan belum ada data yang masuk dari Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Saya memiliki bukti. Saya mem-backup data Sirekap. Saya bertanggung jawab atas semuanya," tegasnya.

Roy menambahkan bahwa pada tanggal 14 Februari 2024, Sirekap sengaja ditunda untuk memasukkan skrip agar semua data yang masuk sesuai dengan persentase yang telah ditetapkan.

"Angka tersebut tidak akan berubah, sangat tidak masuk akal. Sirekap telah dimanipulasi dengan menyisipkan skrip dalam rumus perhitungannya," ungkapnya.

Kejanggalan ketiga, menurut Roy, adalah lokasi server Sirekap yang berada di Singapura, yang berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Ketika pelanggaran tersebut terungkap, server tersebut diam-diam dipindahkan ke Jakarta tanpa pemberitahuan resmi kepada publik.

"Ketika mencoba memindahkan server, mereka menolak untuk diaudit, yang juga merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik," tambahnya.

Kejanggalan keempat yang disoroti oleh Roy adalah pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy'ari pada Selasa (27/2/2024), bahwa KPU telah mengoreksi data perolehan suara Pilpres 2024 dalam Sirekap di 154.541 TPS, yang lebih dari 10 persen dari total 823.220 TPS.

"Ini menunjukkan bahwa kehandalan server telah tergerus. Jika kesalahan mencapai 3-5 persen masih dapat diterima, tetapi jika melebihi 10 persen, seperti yang terjadi sekarang, sudah tidak layak lagi," tegasnya.

Meskipun kesalahan perhitungan Sirekap melebihi 10 persen, KPU menolak melakukan audit forensik. Roy mendukung usulan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak (KontraS) untuk melakukan audit investigatif terhadap Sirekap.

"Kesalahan Sirekap bukan hanya kesalahan teknis, dan tidak dapat dianggap sebagai kesalahan sepele. Ini adalah masalah kualitas yang serius dan tidak layak digunakan. Mematok hasil pada angka-angka tertentu merupakan bentuk kejahatan," pungkas Roy.

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asya'ri menegaskan, tidak ada niat dan tindakan dari pihak penyelenggara pemilu untuk melakukan manipulasi perolehan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Hal ini dikatakan Hasyim menyusul ditemukan banyaknya angka perolehan suara dalam aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) dengan dokumen C hasil yang difoto petugas KPPS di TPS.  

"Tidak ada niat dan tindakan KPU beserta penyelenggara pemilu untuk melakukan 'manipulasi suara' hasil perolehan suara per TPS hasil unggah Form C hasil TPS dalam Sirekap," ujar Hasyim dalam keterangannya yang dikutip, Jumat (16/2/2024).

Hasyim menyampaikan bahwa KPU menyadari terdapat kesalahan hasil perolehan suara yang merupakan konversi hasil pembacaan terhadap foto form C hasil dari masing-masing TPS. 

"Terhadap kesalahan tersebut, KPU mohon maaf dan akan dilakukan koreksi," tuturnya.

Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network