JAKARTA, iNewsTangsel.id - Indonesia Police Watch (IPW) bersama sejumlah elemen penggiat anti-korupsi akan mengadakan diskusi publik dengan topik "Bedah Kasus Dugaan Korupsi Pemotongan dan Penyalahgunaan Dana Honorarium Penanganan Perkara (HPP) Bagi Hakim Agung Senilai Rp. 97 Milyar". Diskusi ini akan segera dilaksanakan di Jakarta dengan menghadirkan para penggiat anti-korupsi, advokat, mahasiswa fakultas hukum, serta mengundang pihak dari Direktorat Penyidikan KPK, Direktorat Tipikor Bareskrim Polri, Dirdik Pidsus Kejagung, dan Komisi Yudisial.
Kasus dugaan korupsi ini melibatkan pemerasan jabatan (kneveleraij) secara berkelanjutan, yaitu pemotongan dan penyalahgunaan Dana Honorarium Penanganan Perkara bagi Hakim Agung pada tahun anggaran 2022-2024, yang diperkirakan mencapai Rp. 97 miliar. Kasus ini diduga melanggar Pasal 12 huruf E dan F juncto Pasal 18 UU RI No. 20 Tahun 2021 tentang Perubahan UU RI No. 31 Tahun 1999, serta sejumlah pasal lainnya dalam KUHP dan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, SH, menyatakan, "Kami ingin menjaga integritas Mahkamah Agung sebagai benteng terakhir keadilan, dengan harapan agar lembaga ini hanya diisi oleh hakim agung yang berintegritas tinggi dan mampu memberikan keadilan serta kepastian hukum."
Kasus ini bermula dari penetapan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2021 tentang perubahan hak keuangan dan fasilitas hakim agung, yang memungkinkan hakim agung menerima honorarium dalam penanganan perkara kasasi dan peninjauan kembali. Namun, sejak tahun 2022 hingga 2024, terjadi pemotongan dana honorarium yang disalurkan dalam bentuk tunai, dengan tanda terima menunjukkan adanya potongan yang tidak disetujui oleh hakim agung.
Pemotongan honorarium tersebut dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung dan diduga dikumpulkan ke dalam rekening yang dikelola oleh pihak tertentu tanpa persetujuan hakim agung. IPW juga memperoleh informasi bahwa beberapa hakim agung menolak pemotongan ini, tetapi diduga ada intervensi dari pimpinan MA yang mengharuskan mereka membuat surat pernyataan bersedia dipotong sebesar 40% dari dana yang seharusnya mereka terima.
Menurut laporan tahunan MA 2023, jumlah perkara yang diputus mencapai 27.365, dengan potongan honorarium penanganan perkara yang diperkirakan mencapai Rp. 47,9 miliar pada tahun 2023 dan Rp. 49 miliar pada tahun 2022.
Laporan dugaan pemotongan dana ini telah dilaporkan ke KPK oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, dengan konstruksi hukumnya mirip dengan kasus pemotongan dana insentif pajak di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dan Kota Jambi.
IPW berencana menyelenggarakan diskusi publik untuk membahas kasus ini, melibatkan para ahli hukum, tokoh anti-korupsi, dan lembaga terkait. Hasil diskusi tersebut akan diserahkan kepada KPK, Komisi Yudisial, dan Komisi III DPR RI untuk tindakan lebih lanjut.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait