JAKARTA, iNewsTangsel.id - Pemerintah harus segera membuat Omnibus Law Teknologi untuk menghadapi pesatnya perkembangan teknologi. Regulasi terpadu ini tidak hanya akan menciptakan kepastian hukum, tetapi juga mendorong inovasi dan investasi di sektor teknologi.
Perkembangan pesat teknologi telah memberikan dampak yang signifikan terhadap berbagai sektor. Akan tetapi, tanpa adanya kerangka regulasi yang memadai, teknologi dapat menimbulkan berbagai risiko.
Direktur eLaw Institute Eko Prastowo dalam keterangan pers, Minggu 22 Desember 2024 mengatakan, Teknologi pengenalan wajah berbasis AI yang digunakan untuk memantau kerumunan di ruang publik tanpa adanya regulasi yang jelas dapat mengakibatkan pelanggaran privasi, terutama jika data wajah digunakan tanpa izin individu atau disalahgunakan untuk tujuan yang tidak transparan.
“Kita hidup di era revolusi teknologi. Omnibus Law Teknologi adalah langkah penting untuk menciptakan kerangka hukum yang adaptif, memastikan masyarakat terlindungi, pelaku usaha memiliki kepastian hukum, dan Indonesia tetap relevan di kancah global.” ujar Eko Prastowo.
Urgensi Omnibus Law Teknologi
Aktivis 98 ini menekankan pentingnya undang-undang komprehensif untuk menyatukan aturan teknologi yang selama ini terpisah-pisah, sehingga menciptakan kepastian hukum dan mendorong inovasi.
“Selain itu, inovasi yang berkembang pesat seperti kecerdasan buatan, blockchain, hingga teknologi antariksa harus diimbangi dengan regulasi yang memadai. Tanpa aturan yang jelas, dampaknya bisa serius bagi masyarakat dan bahkan mengancam kepentingan nasional,” jelasnya.
Dia mencontohkan teknologi blockchain yang telah mulai diadopsi secara luas dalam sektor keuangan dan logistik, terutama karena potensi besarnya dalam meningkatkan transparansi. Akan tetapi, sifat desentralisasi dan anonimitas inheren dari teknologi ini menimbulkan sejumlah tantangan hukum yang kompleks, seperti pengawasan terhadap transaksi dan keabsahan kontrak cerdas.
Di sisi lain, kecerdasan buatan (AI) telah diterapkan di berbagai bidang, mulai dari kesehatan hingga transportasi. Meski memberikan manfaat besar, teknologi ini menghadirkan persoalan etis dan hukum yang serius, seperti tanggung jawab atas kerugian akibat keputusan AI atau diskriminasi yang dihasilkan dari algoritma yang bias.
Bioteknologi seperti rekayasa genetika untuk tanaman dan vaksin membuka peluang besar, tetapi juga berisiko menimbulkan pelanggaran etika dan kerusakan lingkungan jika tidak diatur dengan baik. Regulasi diperlukan untuk memastikan teknologi ini diterapkan secara aman dan bertanggung jawab.
Begitu pula teknologi antariksa, yang berkembang melalui peluncuran satelit dan eksplorasi luar angkasa. Tanpa regulasi yang jelas, potensi konflik hukum internasional atau penyalahgunaan teknologi dapat terjadi, terutama dalam pengelolaan wilayah udara dan data satelit.
“Kita perlu memastikan bahwa teknologi dimanfaatkan secara adil, aman, dan bermanfaat bagi masyarakat. Omnibus Law juga untuk mendukung kepentingan nasional, termasuk kedaulatan data, perlindungan sumber daya, dan posisi Indonesia dalam persaingan global,” tegasnya.
Pendorong Inovasi dan Investasi
Selain menciptakan kepastian hukum, undang-undang ini juga bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan 79,5% populasi atau sekitar 221,5 juta orang menghabiskan rata-rata 6 jam 36 menit online setiap hari, potensi pengembangan ekosistem digital di Indonesia sangat besar.
Omnibus Law Teknologi bisa menjadi pendorong utama untuk memaksimalkan potensi digital Indonesia dengan memberikan kepastian hukum dan menarik investasi."
“Omnibus Law tidak hanya semata menarik bagi investor, tetapi juga untuk memastikan masyarakat mendapatkan manfaat langsung dari teknologi, tidak hanya sebagai pengguna, tetapi juga didorong untuk menjadi inovator,” ujar Eko Prastowo.
“Dengan regulasi yang tepat, Indonesia tidak hanya akan menjadi pasar teknologi, tetapi juga pemain utama yang menciptakan inovasi teknologi. Omnibus Law Teknologi adalah kunci untuk menjadikan Indonesia berada di garis depan perkembangan teknologi,” tutupnya.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar
Artikel Terkait