JAKARTA, iNewsTangsel.id - SETARA Institute, dengan dukungan Kemitraan Australia-Indonesia melalui Program INKLUSI, telah menerbitkan Indeks Inklusi Sosial Indonesia (IISI). Dalam keterangan tertulisnya Minggu (9/3/2025), indeks ini memberikan gambaran mengenai pencapaian pembangunan inklusi sosial, baik dalam variabel aspirasional, yang mengukur pemenuhan hak-hak masyarakat, maupun dalam variabel pendekatan, yang mencakup proses pembangunan melalui rekognisi, partisipasi, resiliensi, dan akomodasi. IISI berfungsi sebagai penanda awal dan dasar pengukuran kinerja pembangunan inklusi sosial yang menjadi standar dalam berbagai bidang pembangunan pemerintahan baru.
Salah satu rekomendasi utama dari studi inklusi sosial yang dilakukan oleh SETARA Institute adalah memastikan bahwa perencanaan pembangunan daerah, yang tengah disusun oleh pemerintah daerah hasil Pilkada 2024, mengadopsi inklusi sosial sebagai variabel utama dan standar pembangunan daerah. Hal ini selaras dengan kebijakan pemerintah pusat yang telah mengintegrasikan inklusi sosial dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Untuk mendorong perencanaan pembangunan yang lebih inklusif di tingkat daerah, SETARA Institute mengembangkan alat kebijakan yang dapat digunakan sebagai panduan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Alat kebijakan ini memberikan pedoman bagi pemerintah daerah agar memastikan bahwa RPJMD bersifat inklusif, sebagaimana diukur dalam kerangka IISI yang mencakup kelompok perempuan, penyandang disabilitas, minoritas agama/kepercayaan, dan masyarakat adat.
Empat Indikator Pembangunan Inklusif
SETARA Institute mengidentifikasi empat indikator utama yang harus menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dan masyarakat sipil dalam mengadvokasi perencanaan pembangunan yang inklusif:
Rekognisi
RPJMD harus mengakui keberadaan serta hak-hak perempuan, penyandang disabilitas, minoritas agama/kepercayaan, masyarakat adat, dan kelompok marjinal lainnya. Pengakuan ini mencakup eksistensi dan hak asal-usul yang melekat pada kelompok-kelompok tersebut.Resiliensi
RPJMD harus dirancang untuk meningkatkan ketahanan kelompok masyarakat dalam menghadapi krisis, serta membangun mekanisme adaptasi dan respons terhadap tantangan sosial. Ini mencakup mitigasi konflik sosial, sistem peringatan dini, dan strategi ketahanan masyarakat.Partisipasi
RPJMD harus menjamin bahwa kelompok masyarakat memiliki kesempatan dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang, seperti sosial, pekerjaan, pendidikan, politik, dan pemerintahan.Akomodasi
RPJMD harus memastikan akses yang luas dan inklusif terhadap layanan dan informasi, sehingga kelompok sasaran pembangunan dapat terhubung dan memperoleh manfaat dari kebijakan yang dibuat.
Selain menetapkan standar RPJMD yang inklusif, alat kebijakan yang dikembangkan oleh SETARA Institute juga mencakup agenda rencana aksi strategis yang dapat diadopsi oleh pemerintah daerah guna memastikan pemenuhan hak-hak kelompok rentan.
Kelompok utama yang menjadi fokus adalah perempuan, penyandang disabilitas, minoritas agama/kepercayaan, dan masyarakat adat. Alat kebijakan ini juga menyediakan daftar periksa (checklist) untuk mengevaluasi sejauh mana inklusi sosial telah diadopsi dalam perencanaan pembangunan daerah.
Melalui inisiatif ini, SETARA Institute berharap pemerintah daerah dapat menyusun kebijakan pembangunan yang lebih inklusif, memastikan bahwa tidak ada kelompok yang tertinggal dalam proses pembangunan, serta memperkuat keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait