“Hal yang ternyata menarik untuk dieksplor adalah konflik-konflik subtil yang terjadi sehari-hari karena masalah komunikasi. Merupakan sebuah tantangan untuk menciptakan cerita yang driven-nya berasal dari emosi yang terpendam, suasana canggung, dan ekspektasi yang menjadi beban. Hal yang tidak meledak-ledak tetap punya power untuk mengikis dari dalam,” lanjut Teddy.
Salah satu pemeran Sha Ine Febriyanti mengatakan jika film ini sangat relate dengan kehidupan.
Dalam membangun karakter Ibu Kasih, Ine tidak hanya membaca skrip yang diberikan namun berkonsultasi dengan sutradara, penulis naskah, sekaligus produser Teddy Soeriaatmadja dan berkaca dengan seseorang yang dikenalnya.
“Karakter kasih ini seperti ibu pada umumnya yang punya rasa sayang pada keluarga karena kejadian mentaly broken yang mana kehilangan kebingungan merespons kedukaan ini dia marah pada situasi yang terjadi kasih punya masalah dengan gimana ungkapkan validasi apa yang harus dia keluarkan kebanyakan kita punya pengalaman gak enak jadi bingung,”jelas Ine Febriyanti.
Adapun dalam cerita film yang ditulis selama 3 bulan ini turut mengangkat kesadaran tentang isu mental health yang masih rendah di masyarakat. Dengan menampilkan akting dari dua aktor-aktris muda, Bima Azriel (Ombak) dan Tissa Biani (Aleiqa).
Sebagai seseorang yang tidak memiliki luka seperti Ombak, Bima Azriel mencoba memahami masa kecil dari sang karakter, melakukan riset dengan teman, hingga observasi kepada dirinya sendiri.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait