TANGSEL, iNewsTangsel - Kecurigaan publik terhadap lambannya penanganan kasus dugaan korupsi dalam proyek pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) terus menguat.
Banyak pihak mulai menilai bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten tidak serius, bahkan diduga "masuk angin" dalam menindaklanjuti perkara yang menyita perhatian warga ini.
Pengamat kebijakan publik, Adib Miftahul angkat bicara. Ia menilai bahwa sejak ditetapkannya sejumlah tersangka oleh Kejati Banten, penanganan kasus ini terkesan jalan di tempat tanpa perkembangan berarti.
Padahal, menurutnya, perkara seperti ini seharusnya mudah ditindaklanjuti karena sudah ada indikasi kuat penyalahgunaan anggaran.
“Kalau masyarakat menilai Kejati Banten ‘masuk angin’, itu masuk akal. Karena lambannya penanganan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan," ujar Adib, Kamis (19/6/2025).
“Apalagi ini isu yang sangat dekat dengan masyarakat, yakni soal sampah. Dampaknya langsung dirasakan warga setiap hari," jelasnya.
Adib mengungkapkan bahwa persoalan sampah di Tangsel sudah memasuki tahap darurat. Sistem pengangkutan dan pengelolaan yang tidak berjalan optimal membuat banyak warga terpaksa membakar sampah rumah tangga, yang berdampak pada peningkatan polusi udara secara signifikan.
“Padahal Tangsel ini bukan kawasan industri, tapi kualitas udaranya memprihatinkan karena pembakaran sampah di mana-mana. Ini akibat dari buruknya pengelolaan DLH,” tegas Adib.
Lebih menyakitkan lagi, menurut Adib, di tengah krisis pengelolaan sampah yang nyata, justru dana miliaran rupiah yang semestinya digunakan untuk mengatasi masalah tersebut diduga dikorupsi. Bukannya menyelesaikan masalah, anggaran yang digelontorkan justru memperkaya oknum-oknum tertentu.
“Seharusnya ini jadi prioritas utama dalam penegakan hukum. Kalau lamban begini, wajar kalau masyarakat mencurigai ada yang ditutupi. Ini bukan kasus rumit, tinggal kemauan dan keberanian aparat untuk membongkar semuanya,” ucap Adib lagi.
Adib juga menyoroti besarnya nilai anggaran yang digelontorkan, mencapai lebih dari Rp75 miliar, yang menurutnya mustahil bisa mengalir tanpa sepengetahuan pejabat di level atas.
Ia mendesak agar Kejati Banten memeriksa lebih jauh kemungkinan keterlibatan pejabat seperti Sekretaris Daerah dan Wakil Wali Kota Tangsel.
“Logikanya, dana sebesar itu tidak bisa cair tanpa persetujuan dan sepengetahuan atasan. Ini yang harus diselidiki lebih dalam,” tambahnya.
Di tengah menguatnya rumor di masyarakat soal aliran dana yang mengarah ke pejabat tinggi, Adib menilai bahwa pemeriksaan terhadap mereka penting untuk menjaga integritas dan menghindari anggapan publik bahwa hanya level teknis yang dikorbankan.
“Kalau memang tidak terlibat, mereka tak perlu takut diperiksa. Justru ini bisa menjadi cara untuk membersihkan nama baik mereka. Tapi kalau terbukti terlibat, harus diproses tanpa pandang bulu,” katanya.
“Penegakan hukum tidak boleh berhenti pada pelaku teknis saja. Semua aktor yang terlibat, termasuk yang ada di belakang layar, harus ditindak,” tegas dia.
Adib pun menekankan bahwa masyarakat Tangsel menantikan keberanian Kejati Banten untuk menunjukkan independensi dan komitmennya dalam menuntaskan kasus ini.
“Sumber daya dan kewenangan sudah ada. Sekarang tinggal keberanian untuk menuntaskan semuanya,” bebernya.
“Jangan sampai Kejati Banten dianggap tidak serius. Kasus ini tidak rumit, tapi kalau terus dibiarkan, ketidakpuasan publik bisa membesar. Dan kalau kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum hilang, itu jauh lebih berbahaya daripada skandal korupsinya sendiri,” pungkas Adib.
Dengan adanya peristiwa ini, warga Tangsel berharap, kasus ini bisa diusut tuntas, termasuk aliran dana, keterlibatan pejabat tinggi, dan kerugian lingkungan yang muncul akibat bobroknya pengelolaan sampah.
Kini semua mata tertuju pada langkah Kejati Banten berikutnya, apakah Kejati Banten berani mengungkap semuanya, atau justru kehilangan kepercayaan publik selamanya.
Editor : Aris
Artikel Terkait