JAKARTA, iNewsTangsel - Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) di Jakarta memicu perdebatan sengit di kalangan pelaku industri hiburan. Meski bertujuan menjaga udara bersih, kebijakan ini dinilai dapat menghantam sektor hiburan malam yang menjadi salah satu penggerak ekonomi ibu kota.
Ketua Umum Relawan Kesehatan Indonesia, Agung Nugroho, menegaskan perlunya penyesuaian aturan dengan dinamika wilayah. “Jakarta ingin sehat, tetapi kehidupan malamnya jangan sampai redup,” katanya di Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Raperda KTR bakal melarang merokok di tempat hiburan malam seperti bar, klub, dan karaoke, serta menghapus sponsor dari perusahaan tembakau. Pengelola juga dilarang menjual atau memajang produk tembakau, yang menjadi sumber pendanaan utama banyak acara hiburan.
Agung memperingatkan dampak serius kebijakan ini terhadap ekosistem hiburan malam. “Event musik dan konser bergantung pada sponsor rokok; jika dihapus, pekerja seperti DJ, penari, dan bartender akan terdampak,” ujarnya.
Sementara itu, kewajiban menyediakan ruang merokok terbuka juga menjadi kendala bagi tempat hiburan di gedung bertingkat. “Renovasi untuk mematuhi aturan bisa mencapai ratusan juta, sangat memberatkan usaha kecil,” kata Agung.
Menurut data Dinas Pariwisata DKI, terdapat 2.300 tempat hiburan berizin, mayoritas usaha menengah, sementara okupansi hotel turun 97 persen pada 2025. Agung khawatir larangan total mendorong pengunjung ke luar Jakarta, merugikan ekonomi lokal.
Ia mengusulkan solusi seperti zona merokok tertutup dan insentif renovasi dari Dana Cukai Tembakau. “Kesehatan publik harus seimbang dengan ekonomi; regulasi jangan mematikan hiburan yang baru pulih,” demikian Agung.
Editor : Aris
Artikel Terkait