JAKARTA, iNewsTangsel.id - Indonesia kembali menghadapi lonjakan signifikan kasus kejahatan digital seiring pesatnya adopsi layanan keuangan berbasis teknologi. Indonesia Anti Scam Center (IASC) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima lebih dari 370 ribu laporan tindak penipuan digital hingga November 2025, dengan nilai potensi kerugian mencapai Rp8,2 triliun.
Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK, Rizal Ramadhani mengatakan, dari aduan yang muncul, pihaknya sudah memblokir 117 rekening, baik rekening bank maupun rekening efek. Adapun dana yang berhasil diblokir baru mencapai Rp389,2 miliar atau sekitar 5 persen.
“Angka tersebut menjadi sinyal aktivitas ekonomi digital semakin berisiko, apabila tidak diimbangi dengan sistem keamanan yang memadai. Karena kejahatan scamming ini mengintai semua kalangan masyarakat,” kata Rizal saat pembukaan Bulan Fintech Nasional (BFN) Fest 2025, di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Menurut dia, kasus yang dilaporkan tidak hanya terkait penipuan perbankan dan fintech, tetapi juga serangan sosial engineering, phising, hingga manipulasi data yang menyasar pengguna layanan digital dari berbagai kelompok usia.
“Scammer dapat menjangkau korban selama terhubung dengan internet dan menggunakan telepon seluler,” tegasnya.
Dia mengungkapkan, kondisi ini menunjukkan keamanan dan integritas ekosistem digital harus menjadi prioritas bersama. Karena percepatan transformasi digital masih dibayangi tantangan besar dalam hal perlindungan konsumen.
“Untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan sektor fintech, kepercayaan publik harus ditempatkan sebagai prioritas utama. Inovasi dianggap penting, namun keamanan tidak boleh dikesampingkan. Apalagi, besarnya dampak ekonomi yang ditimbulkan ketika celah keamanan tidak ditangani secara komprehensif,” terang dia.
Dia mengaku, pihaknya telah melakukan pengawasan dan penegakan hukum. Selain itu, sosialisasi masif mengenai modus penipuan juga terus digencarkan.
“Selain itu, memperkuat kapasitas IASC dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Kami juga akan membuat semacam national fraud portal seperti yang ada di negara-negara tetangga,” ucap Rizal.
Sementara itu, Ketua Umum AFTECH, Pandu Sjahrir menambahkan, fintech bukan hanya soal inovasi, tetapi bagaimana inovasi tersebut memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan sektor riil. Maka, dibutuhkan kolaborasi lintas sektor menjadi fondasi untuk memperluas akses layanan keuangan yang lebih murah, tepat guna dan aman.
“Tujuannya, untuk memastikan inovasi fintech memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan sektor riil. Bersama, kita bangun ekonomi digital Indonesia yang lebih inklusif, aman, dan berkelanjutan,” pungkas Pandu.
Editor : Elva Setyaningrum
Artikel Terkait
