Oleh karena itu, sambung Ridho, pihaknya mendorong DPR RI sebagai keterwakilan rakyat untuk menugaskan BPKP mengaudit LMKN. Karena berdasarkan fakta-fakta seperti yang disampaikan para pecipta lagu bahwa mendapatkan royalti dari kisaran Rp100 ribu - 300 ribu saja.
Padahal lagu yang diciptakan booming dan terkenal di masyarakat. "Kalau perut mereka (para pecipta lagu) tidak kenyang atau sejahtera, bagaimana mereka untuk berpikir menciptakan karya-karya yang lebih bagus lagi," tandasnya.
Sementara itu Staf Ahli Kedeputian II Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Yenny Sucipto mengatakan, keberadaan KSP adalah untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Dengan adanya aduan dari YPPHN maka KSP akan mengkajinya. Jika dari kajian itu ada sumbatan maka KSP akan memanggil instansi terkait dalam persoalan yang dialami para pencipta lagu.
"Pemanggilan untuk mencari solusi," paparnya. Yenny menegaskan, pihaknya akan menyelesaikan permasalahan yang dialami para pencipta lagu dengan secepatnya.
Apalagi di KSP ada monitoring evaluasi sehingga diharapkan permasalahan yang dialami para pencipta lagu bisa diselesaikan dengan cepat dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Apalagi yang dialami para pencipta lagu ini karena terkait urusan internal LMKN sehingga para pencipta lagu meminta transparansi.
"Permalasahan yang dialami para pencipta lagu sebenarnya mudah untuk meminta transparansi dan akuntabilitas. Ini sebenarnya bagian menginginkan tidak ada dusta di antara kita," paparnya.
Oleh karena itu, sambung Yenny, yang bisa direkomendasikan KSP adalah meminta BPKP untuk mengaudit LMKN. Apalagi banyak para pencipta lagu yang mendapatkan hak royaltinya jauh kata manusiawi. Oleh karena itu agar tidak ada dusta di antara kita maka LMKN harus transparan. "Kegelisahan para pencipta lagu ini harus direspon oleh pihak - pihak terkait. Mudah - mudahan ada titik temu ketika KSP menindak lanjuti aduan dari para pencipta lagu," tegasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta