Perombakan
Mamit menegaskan, pemerintah mendapat momentum perombakan pola subsidi BBM dan energi secara keseluruhan. “Harus tahun ini, tahun depan sudah tahun politik. Tidak mungkin ada keputusan-keputusan terkait perubahan penting,” kata dia.
Selama ini, jelas subsidi kontraproduktif. Selain tidak tepat sasaran, juga menjadi mubazir. “Subsidi BBM memperlebar jurang kaya dan miskin. Penikmat terbesarnya orang kaya,” ujarnya.
Selain itu, konsumsi BBM melonjak seiring peningkatan kemacetan di jalan. Artinya, subsidi malah terbakar di jalan.
Hal lain yang disoroti Mamit adalah solar malah dikonsumsi kendaraan pengangkut hasil tambang dan kebun sawit. Padahal, pertambangan dan perkebunan sawit dimiliki orang-orang kaya. “Tata ulang subsidi, harus direformasi,” kata dia.
Ia juga mendesak pemerintah segera menaikkan harga BBM. “Menaikkan sekali atau dicicil dampaknya akan sama. Daripada ribut terus, sekalian saja,” ujarnya.
Faisal mengingatkan, BBM harus mahal karena minyak sumber daya langka. Dengan tingkat produksi sekarang, Indonesia akan kehabisan cadangan minyak sebelum 2030. Artinya, kebutuhan minyak akan sepenuhnya dari impor.
Sejak 2007, Indonesia telah menjadi importir bersih. Sebab, jumlah produksi di bawah konsumsi.
Kini, setiap hari Indonesia hanya memproduksi 600.000 barel minyak. Padahal, konsumsinya mencapai 1,6 juta barel per hari. Selisih 1 juta barel harus diimpor dan dibayar dalam mata uang asing. Impor BBM salah satu penyebab rupiah melemah karena permintaan uang asing tinggi untuk membayar impor.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta