JAKARTA, iNewsTangsel.id - Pendeta Gomar Gultom menilai langkah mundur dilakukan pemerintah dalam proses demokrasi yang telah diperjuangkan saat reformasi 1998.
Pendapat ini menanggapi usulan Kepala Badan Nasiojal Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rycko Amelza Dahniel tentang Kontrol Pemerintah atas Rumah Ibadah.
"Kita sudah menyepakati demokrasi menjadi sistem atau kendaraan bagi kita sebagaip bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur," katanya belum lama ini.
Negara harus percaya rakyatnya bisa mengatur dirinya termasuk pengelolaan rumah ibadah. lantaran masyarakat semakin demokratis.
"Pemikiran Rycko yang menghendaki agar pemerintah mengawasi setiap agenda ibadah di tempat ibadah serta mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah menunjukkan sikap frustrasi pemerintah yang tak mampu mengatasi masalah radikalisme," ucapnya.
Dengan begitu arus balik dari cita-cita reformasi dan akan membawa bangsa Indonesia kepada suasana etatisme pada masa orde baru.
"Masalah yang kita hadapi kini adalah kurang tegasnya pemerintah menghadapi berbagai ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat," tuturnya.
Pendeta Gomar Gultom meneruskan perilaku intoleran yang disertai dengan tindak kekerasan, apalagi atas nama agama, sering luput dari tindakan hukum oleh negara.
"Peradaban yang mengedepankan mereka yang bersuara keras, atau mengedepankan kebencian dan kekerasan, ini yang perlu mendapat perhatian kita bersama, untuk segera dihentikan," tuturnya.
"Saya lebih meminta keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas ujaran kebencian, aksi intoleran dan tindak kekerasan, seturut hukum yang berlaku".
Hal lain yang mendesak dilakukan bersama oleh seluruh elemen bangsa, ujar Pendeta Gomar Gultom, adalah pembudayaan cinta damai dan cinta kemanusiaan.
"Menjadi tugas bersama untuk mendidik masyarakat untuk sedia menerima mereka yang berbeda, serta mengakomodasinya dalam membangun hidup bersama, termasuk mengakomodasi kebutuhan akan rumah ibadah, oleh umat beragamana apapun," ujarnya.
Pemerintah perlu lebih peka mendengar kritik masyarakat, termasuk dari para tokoh agama atau pemdakwah, dan jangan terlalu cepat menghakiminya sebagai bagian dari radikalisme.
Editor : Mochamad Ade Maulidin