get app
inews
Aa Text
Read Next : Bupati Serang Tunggu Arahan Teknis Pusat untuk Program Makan Bergizi Gratis

Mengenal Lebih Dekat Raden Aria Wangsakara, Ulama dan Pejuang dari Tangerang

Senin, 18 September 2023 | 14:36 WIB
header img
Raden Aria Wangsakara ulama besar dari Tangerang, Banten.

Oleh: Bahrur Rosidi

Raden Aria Wangsakara merupakan pahlawan dari Tangerang, Banten. Di kalangan masyarakat umum ia lebih dikenal sebagai ulama yang berkharisma, berilmu tinggi, dan memiliki kemampuan istimewa (Karomah) yang diberikan  dari Allah SWT. Ia juga dikenal memiliki  sikap patriotik dengan kemampuanya menguasai strategi perang darat.

Keilmuan yang dimiliki Raden Aria Wangsakara digunakan untuk kemaslahatan bangsa negara dan sekaligus penyebaran agama islam. Ia memberikan pendidikan keagamaan, kanuragan, membangun jiwa patriotik sekaligus penguasaan strategi perang darat.

Meski di tengah penjajahan kolonial dan imperialisme Belanda,  Raden Aria Wangsakara tetap istiqomah memberikan pendidikan berdasar islam, membangun jiwa patriotik dan melatih penguasaan strategi perang untuk masyarakat Kampung Lengkong, Sudimara dan umumnya masyarakat Tangerang, Banten. 

Wakil Presdien  K.H. Ma'ruf Amin pernah mengatakan bahwa Raden Aria Wangsakara berperan besar dan  mengorbankan segala hal untuk membela bangsa dan negara.  “Semangat patriotisme, semangat membangun bangsa dan negara harus kita miliki,” kata Wapres seperti dikutip  laman wapresri.

Berkat  sikap bela negara cukup kuat tertanam dalam dirinya,  Raden Aria Wangsakara berhasil memukul mundur penjajah Belanda dari wilayah Tangerang. Untuk mengenang jasa-jasanya,  pada  hari Pahlawan Nasional 10 November 2021 lalu,  Presiden Joko Widodo menobatkan Raden Aria Wangsakara sebagai pahlawan nasional berdasarkan surat Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 109/TK/Tahun 2021 yang ditetapkan pada 25 Oktober 2021. 

Diceritakan dalam buku berjudul "Aria Wangsakara Tangerang : imam kesultanan Banten, ulama-pejuang anti kolonialisme (1615-1681)" yang ditulis Prof. Mufti Ali, M.A., Ph.D.,  bahwa Raden Aria Wangsakara lahir di Sumedang sekitar tahun 1615 dari pasangan Pangeran Wiraraja I dan Nyi Mas Cipta Putri. 

Berkat kepiawaian yang dimiliki Raden Aria Wangsakara, menjadikan Sultan Abdul Mafakhir (Sultan ke 4 Banten)  memberi tugas mulia kepadanya. Pada awal tahun 1636 Raden Aria Wangsakara  diutus ke Mekah untuk memohon legitimasi keagamaan bagi Sultan Banten, dan menyalin sejumlah kitab-kitab terutama dalam bidang tasawuf sekaligus mempelajari di bawah bimbingan ulama Mekah. 

Keberhasilannya menjalankan tugas tersebut, Raden Aria Wangsakara mampu menyalin kitab tasawuf, Insan Kamil karya Syeikh Abdul Karim al-jilli dan sejumlah kitab pelajaran Islam lainya. Selain menyalin dan mampu mempelajari juga mumpuni dalam menerjemahkan kitab tersebut ke dalam bahasa Jawa Banten. 

Mendapat penilaian baik dari Sultan Abdul Mafakhir, mandat yang tidak kalah penting dan berat datang dari Pangeran Surya atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa yang merupakan Sultan Banten ke 6 untuk memimpin peperangan melawan VOC terjadi dalam kurun waktu Mei 1658-Juli 1659. 

Dengan kemampuan menyusun strategi perang dan bersinergi dengan Raden Senapati Banten untuk berkoordinasi dengan seluruh kekuatan perang dan logistik dalam menghadapi pasukan kompeni di wilayah Tangerang. 

Kegigihan pasukan Kesultanan Banten dibawah komando Aria menjadikan perlawanan dilakukan sesuai rencana dengan hasil sesuai harapan bersama. Terbukti telah dikuasai Benteng Belanda Sudimara dan beberapa pos kekuatan Belanda yang berdekatan dengan Batavia. 

Kegigihan, pengorbanan pasukan kesultanan dan santri militan Raden Aria membuat Belanda terdesak hingga mengajukan gencatan senjata. Pertempuran dinyatakan usai setelah dilakukan perjanjian damai pada bulan juli 1659, keluar pernyataan bahwa tapal batas wilayah Tangerang-Banten adalah sungai Cisadane. 

Pasca meletusnya peperangan,  tidak dapat dipungkiri setiap ada perang pasti ada korban termasuk perangnya Raden Aria Wangsakara melawan Kolonialisme Belanda yang terjadi di daratan Tangerang memakan korban jiwa dari kalangan pasukan dan santri militan Aria. 

Diceritakan dalam  buku yang sama bahwa dalam pertempuran tersebut tercatat ratusan orang meninggal dunia sebagian besar memiliki anak dan istri. Muncul persoalan baru yang harus diselesaikan sang Raden yaitu nasib pasca kematian suami mereka atau bapak dari anak-anak. 

Untuk memberikan solusi terbaik, Raden Aria Wangsakara membentuk sebuah sebuah taskforce, semacam kelompok kerja untuk meregistrasi para yatim dan janda untuk diberikan santunan secara rutin. *


 

Editor : Hasiholan Siahaan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut