JAKARTA, iNews - Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Keuangan dan United Nations Development Programme (UNDP) menghadirkan dua program pendanaan baru yakni melalui Catalytic Funding in Leveraging Impact dan insentif yang diberi nama Incentivizing Mitigation Plants and Outcomes Programmes.
Program tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi isu perubahan iklim serta pelestarian lingkungan.
Catalytic Funding akan berfokus pada pengembangan startup yang nantinya bisa menerapkan solusi berbasis environmental, social and governance (ESG).
“Di tahap awal ada 4 startup yang bergabung dalam mekanisme ini. Dua bisnisnya adalah akuakultur dan perikanan, satu pengelolaan sampah, satu lagi edukasi,” kata Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto dalam agenda ‘Catalytic Funding in Leveraging Impact and Incentivizing Mitigation Plans & Outcomes Programme,’ di Jakarta, baru-baru ini.
Jok menambahkan, Incentivizing Mitigation Program Outcomes merupakan program insentif kepada pelaku yang masuk ke bursa.
Ke depan, kata Joko, akan ada dua modalitas dari sisi input pelaku mempercepat prosedur, menyelesaikan daftar rincian aksi mitigasi dan lainnya, sehingga akan tercatatkan di dalam Sistem Registrasi Nasional (SRN) Perubahan Iklim.
“Modalitas kedua kami akan memberikan insentif pelaku eksisting masuk di bursa kemudian bisa melakukan transaksi. Harapannya mendorong pelaku-pelaku lain khususnya pelaku menengah bawah supaya punya kesempatan yang sama,” bebernya.
Dua mekanisme pendanaan ini sebagai upaya mencapai komitmen Indonesia yakni Indonesia memiliki dua komitmen besar yakni mencapai Sustainable Development Goals (SDG's) dan Nationally Determined Contributions (NDC) di 2030. Keduanya ini diharapkan bisa membuat bumi menjadi tempat yang layak untuk ditinggali.
Sejauh ini terdapat beberapa kendala untuk mencapai SDG's 2030 dan NDC 2030, yakni kurangnya kesadaran dan pemahaman terkait kapasitas SDM, terkait data dan transparansi dan paling penting akses pendanaan.
Program pendanaan ini diluncurkan untuk mencoba mengatasi paradigma bahwa seluruh komitmen tidak hanya didasarkan oleh dana APBN atau APBD. Terlebih, APBN dan APBD memiliki keterbatasan.
Berkaitan dengan itu diperlukan pendekatan baru yang dikenal dengan pendanaan campuran atau blended finance.
“Ini menjadi menarik sebetulnya kalau kemudian kita lihat peluncuran dua mekanisme pendanaan baru yang dilakukan BPDLH dan UNDP menjadi cermin yang kita kenal pendanaan campuran atau blended finance tersebut,” terangnya.
Editor : Hasiholan Siahaan