MK JADI SARANG NEPOTISME
Oleh karena kewenangan MK yang terbatas dan berada dalam permasalahan Nepotisme dan Dinasti Politik, sehingga tingkat ketidakpercayaan publik terhadap MK semakin luas dan merata. Dengan demikian, penggunaan hak Angket atau hak Interpelasi bahkan hak Menyatakan Pendapat oleh DPR menjadi sangat penting, urgent dan strategis.
Karena itu pandangan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran R. Raka sekaligus pakar Hukum Tata Negara, bahwa pihak yang kalah di Pilpres tidak dapat menggunakan hak angket DPR untuk menyelidiki kecurangan pemilu 2024 dan seharusnya mencari penyelesaian ke MK, jelas merupakan pendapat yang membodohi masyarakat, sesat dan partisan.
Pada saat ini kasus pelanggaran pemilu di mata publik, sudah masuk kategori TSM dan itu sangat merugikan hak-hak rakyat pemilih. Rakyat selaku pemegang kedaulatan tetapi tidak mendapat tempat untuk mendapatkan keadilan di MK, sehingga rakyat akan mencari dan menemukan sendiri jalannya untuk mengakhiri pemilu curang yang TSM ini.
Caranya, tentu lewat penggunaan hak Angket atau hak Interpelasi atau hak Menyatakan Pendapat maupun lewat kekuatan masa mendesak Presiden Jokowi mundur; Pilpres batal; dan Pilpres diulang.
Instrumen politik di DPR yaitu penggunaan hak Angket, hak Interpelasi dan hak Menyatakan Pendapat, menjadi kebutuhan dan pilihan langkah yang realistis, urgent, konstitusional dan sangat strategis, ketika instrumen peradilan berada dalam cengkraman Nepotisme dan Politik Dinasti di supra struktur politik sehingga tidak mandiri dan bebas dalam pelayanan keadilan.
Editor : Hasiholan Siahaan